SURABAYA, tretan.news – Polemik hukuman mati kembali mencuat. Kementerian Luar Negeri mencatat sebanyak 157 WNI terancam eksekusi di luar negeri, mayoritas di Malaysia, dengan kasus dominan terkait narkotika.
Di sisi lain, sebanyak 300 terpidana mati, mayoritas WNA kasus narkoba, justru belum dieksekusi di Indonesia.
Situasi ini menimbulkan kontradiksi nyawa rakyat kecil dipertaruhkan di negeri orang, sementara pelaku kejahatan berat di dalam negeri justru menghadapi kelambanan hukum.
Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha, menjelaskan bahwa dari 157 WNI yang terancam hukuman mati, 147 berada di Malaysia. Sisanya tersebar di Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Laos dan Vietnam.
MODUS ASMARA
Sebanyak 111 kasus terkait narkotika dan 46 lainnya merupakan kasus pembunuhan. Banyak dari mereka yang terjerat akibat modus asmara, yaitu dijadikan pacar lalu diminta membawa barang yang ternyata berisi narkoba.
Kemlu telah menyiapkan pedoman pendampingan bagi WNI yang terancam mati. Namun tantangannya adalah kasus baru terus bermunculan.
Tahun 2023, sebanyak 19 WNI berhasil dibebaskan, tapi 25 kasus baru langsung muncul di tahun yang sama.
Langkah pencegahan dilakukan melalui edukasi dan diseminasi – penyebaran informasi – khususnya kepada calon pekerja migran agar tidak mudah tertipu.
Di sisi lain, Jaksa Agung dan Menko Hukum Yusril Ihza Mahendra mengungkap bahwa 300 narapidana mati belum dieksekusi.
Alasan utamanya adalah pertimbangan diplomatik, kemanusiaan dan politik luar negeri, terutama bagi terpidana asal Eropa, Amerika, dan Afrika.
Beberapa kasus, seperti Serge Atlaoui (Prancis) dan Mary Jane Veloso (Filipina) malah diputuskan untuk dipulangkan, bukan dieksekusi. Keputusan akhir berada di tangan presiden.
Koruptor di Indonesia tak kenal mati, kekayaannya juga tak disita. Koruptor di Indonesia tak pernah dijatuhi hukuman mati meskipun kerugian yang ditimbulkan terhadap negara jauh lebih besar.
Hingga kini RUU Perampasan Aset Korupsi (RUUPA) belum juga dibahas serius oleh DPR. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa proses legislasi sengaja dihambat untuk melindungi kepentingan para elite.
Indonesia kini berdiri di persimpangan keadilan hukum. Di satu sisi, negara berjuang menyelamatkan nyawa warganya di luar negeri. Di sisi lain, hukum terasa tak berdaya terhadap pelaku kejahatan besar di dalam negeri.
Selama hukum masih tajam ke bawah tumpul ke atas, keadilan akan terus menjadi mimpi. Dan rakyat kecil terus sakit hati.
Penulis:
Rokimdakas
Selasa 1 Juli 2025
Tretan.news
Tajam Bermakna