MALANG, tretan.news – Kemelut pencopotan drg Wiyanto Wijoyo dari Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang kian memanas. Baik Pemkab Malang maupun mantan kadinkes sama-sama ngotot merasa paling benar.
Hal itu terungkap, setelah Pj Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Malang Nurman Ramdansyah langsung menanggapi surat somasi yang dikirim Wiyanto. Dikatakann, itu suatu hal yang wajar dilayangkan Wiyanto sebagai aparatur sipil negara (ASN) yang merasa keberatan atas sanksi yang diberikan bupati. Akan tetapi, itu sudah melalui prosedur dan kondisi real. Jadi, apapun yang diputuskan oleh pimpinan, itu sudah sesuai ketentuan.
“Nanti kalau mau lanjut ya silahkan, kami ladeni,” tegas Nurman Ramdansyah.
Nurman melanjutkan, dirinya akan melayangkan surat jawaban atas surat keberatan yang dilayangkan kepada bupati Malang. Karena dirinya mengaku tidak punya masalah. Hukuman disiplin pencopotan itu sudah melalui proses panjang. Diantaranya berita acara pemeriksaan (BAP) inspektorat, hingga sampai turun surat keputusan (SK) pemecatan kadinkes.
“Intinya, kami tidak ada masalah. Istilahnya, kalau mau jual, saya beli,” papar Nurman. Dijelaskan, surat diterima kurang lebih satu minggu yang lalu. Saat ini proses penyusunan jawaban.
Sementara itu, Kuasa Hukum Wiyanto Wijoyo, Moch Arifin SH mengatakan, alasan kliennya melayangkan surat keberatan, lantaran mendukung program dan kebijakan bupati Malang untuk mewujudkan UHC (Universal Health Coverage).
“Artinya sudah mencanangkan, sudah mendengung-dengungkan, menggembor-ngemborkan UHC. Semua masyarakat Malang kalau berobat dengan modal KTP gratis. Pada saat rapat Febuari 2023, diperoleh data, kalau warga Kabupaten Malang yang tercover asuransi, baik BPJS maupun ansurasi mandiri itu hanya 65 persen,” katanya.
Dari situ disupport data dari dispendukcapil dan disajikan ke BPJS Malang. Akan tetapi, BPJS tidak asal mengiyakan. Harus ada pakta integritas. Karena BPJS tidak mau melayani berobat gratis.
“Wong dia datang gratis. Lha sing mbayar sopo. Harus ada cover dari pemerintah. Akhirnya dibuat pakta integritas oleh bupati,” katanya.
Dari pakta integritas itu, akhirnya BPJS Malang siap melayani masyarakat Kabupaten Malang. Namun dalam perjalanannya, saat PAK, dananya tidak cukup. Sehingga, ada kenaikan tagihan BPJS dari Februari sampai Maret.
“Kemudian Maret sampai Mei kalau nggak salah. Dan ternyata data dari kependudukan itu nggak fix juga. Karena tiap bulan itu ada warga Malang yang meninggal dunia. Ada yang melahirkan. Dari situ dianggap ada kenaikan tagihan. Tagihan otoritas dari BPJS kan riil. Itu dianggap drg Wiyanto bersalah, akhirnya dijatuhi sanksi,” katanya.
Atas dasar itu, drg Wiyanto merasa dikorbankan, padahal sudah melaksanakan programnya bupati sukses sampai mendapat penghargaan dari kemendagri.
“Cari popularitas dengan cara begini. Akhirnya mengajukan keberatan sesuai dengan ketentuan agar SK itu dibatalkan atau setidaknya ditinjau ulang. Pak Wiyanto sudah sesuai ketentuan, sudah sesuai kewenangan,” katanya.
“Kami memberi waktu bupati menjawab, diterima atau tidak dalam 10 hari kerja. Kalau 10 hari kerja nggak ada jawaban, kami ajukan banding administratif ke Gubernur Jawa Timur selaku atasan Bupati Malang,” pungkas Moch Arifin.