PAMEKASAN, tretan.news — Suara perubahan mulai bergema dari pelosok Desa Potoan Laok. Sejumlah warga, terutama kalangan muda, mendesak dilakukannya evaluasi menyeluruh terhadap perangkat desa yang dinilai sudah tidak lagi efektif menjalankan tugas pelayanan publik.
Desakan ini mencuat dalam perbincangan hangat yang muncul dari aspirasi pemuda desa. Mereka mendorong pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk segera menggelar forum terbuka.
Tujuannya jelas: mengevaluasi kinerja perangkat desa yang kini mayoritas sudah berusia lanjut.
“Saat ini, hampir semua perangkat desa sudah berusia di atas 50 tahun. Beberapa di antaranya bahkan sering absen dan lamban dalam melayani masyarakat. Ini berdampak langsung pada pelayanan publik,” ungkap seorang pemuda desa yang enggan disebut namanya.
Fenomena perangkat desa yang sudah memasuki usia senja bukan hanya persoalan usia semata, melainkan juga menyangkut produktivitas, kecepatan, serta responsivitas terhadap kebutuhan warga.
Kelambanan pelayanan dianggap mencederai semangat pelayanan prima yang diharapkan masyarakat desa masa kini.
Desakan ini bukan tanpa dasar. Di era yang menuntut efisiensi dan transparansi, masyarakat khususnya generasi muda menuntut adanya regenerasi birokrasi di tingkat desa.
Mereka menilai bahwa kehadiran perangkat desa yang lebih muda dan adaptif akan membawa semangat baru dalam tata kelola pemerintahan desa.
“Sudah saatnya ada perubahan. Kami ingin desa ini dikelola oleh orang-orang yang masih energik, mampu mengikuti perkembangan zaman, dan bisa berinovasi,” lanjut pemuda tersebut.
Dorongan ini pun menjadi isyarat penting bagi pemerintah desa untuk mulai membuka ruang dialog yang lebih demokratis dan partisipatif.
Evaluasi bukan dimaknai sebagai bentuk perlawanan terhadap yang senior, melainkan sebagai langkah strategis untuk mempercepat pelayanan, memperkuat tata kelola, serta membangun desa yang lebih maju dan dinamis.
Desa Potoan Laok kini dihadapkan pada momentum penting. Apakah aspirasi generasi mudanya akan direspon dengan keterbukaan, atau justru teredam oleh sikap defensif birokrasi yang enggan berubah?
Waktu akan menjawab, namun satu hal pasti: suara warga telah disuarakan dan layak untuk didengar.