INDONESIA ‘APES’ AKIBAT “MEGALOMWATI”

Penulis Esai : Rokimdakas

Berita, Politik160 Dilihat

SURABAYA, tretan.news – Kepercayaan yang telah diberikan rakyat saat Pilkada dengan penuh harapan, dinodai oleh keputusan Ketua Umum PDIP yang arogan melarang kepala daerah dari partainya untuk mengikuti retreat nasional di Akademi Militer Magelang yang diampu Presiden Prabowo

Jutaan rakyat berbondong-bondong menuju tempat pemungutan suara untuk menyerahkan mandat kepada seorang pemimpin yang dipercaya dapat membawa daerahnya menuju kemakmuran. Namun hari ini Indonesia kembali apes, sial. Sial gegara Megawati mengidap megalomania.

Dia merasa adigang adigung adiguna. Menyombongkan kekuatan, kekuasaan, dan kepandaian lalu merasa berhak mengendalikan Indonesia. Ironis.

Retreat ini bukan sekadar pertemuan seremonial namun upaya kolektif untuk menyamakan persepsi dan membangun keselarasan dalam membangun negeri.

Dalam forum ini kepala daerah diharapkan dapat berkoordinasi secara efektif demi kepentingan nasional, bukan sekadar kepentingan sempit partai.

Tetapi Mega dengan sikap otoriternya memilih untuk menciptakan sekat-sekat kepartaian yang justru berbahaya bagi kepentingan rakyat.

Keputusan ini mencerminkan bahwa bagi Megawati, partai lebih utama daripada negara. Sikap ini semakin menegaskan bahwa PDIP bukanlah partai demokratis seperti yang selama ini mereka gembor-gemborkan.

Jika benar mereka menjunjung demokrasi maka semestinya kepala daerah yang telah dipilih oleh rakyat diberi kebebasan untuk menjalankan tugas mereka sesuai dengan kepentingan bangsa. Bukan malah dikekang dengan instruksi sepihak yang berpotensi merusak harmoni kepemimpinan nasional.

BELA YANG SALAH
Lebih ironis lagi, di saat Mega menunjukkan ketegasannya kepada para kepala daerah, ia justru kekeh membela kader partainya yang bermasalah. Hasto Kristianto, Sekjen PDIP terseret kasus korupsi begitu juga dengan mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu beserta suaminya. Mega tampak gelap mata, betapa gigihnya dia membela yang salah.

Dalam sumpah jabatan para kepala daerah berikrar untuk mengabdi kepada bangsa dan negara bukan kepada partai. Ketika sumpah itu diucapkan di hadapan Presiden, mereka merupakan bagian dari tim kolektif dalam membangun Indonesia.

Maka sudah seharusnya partai tidak ikut campur dalam pengambilan keputusan mereka. Namun yang terjadi justru sebaliknya, PDIP masih ingin mencengkeram kendali seolah kepala daerah hanyalah boneka yang harus mengikuti titah ketua umum.

Oleh sebab itu hari ini rakyat perlu mengingat dan mencatat. Ketika Pemilu 2029 tiba, saatnya memberikan sanksi keras kepada PDIP. Saatnya rakyat menunjukkan bahwa mandat mereka bukan untuk dipermainkan. Demokrasi bukan hanya tentang pemilihan tetapi juga tentang pertanggung-jawaban, akuntabilitas.

Kita perlu menggaungkan tagar #Boikot_PDIP sebagai bentuk perlawanan terhadap arogansi Megalomania yang mencederai kepercayaan rakyat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *