SURABAYA, tretan.news – Jika tidak memfakirkan diri maka puasamu tidak akan mempertajam perasaan dalam memahami kemiskinan orang lain.
Percuma puasa, cuma dapat rasa lapar dan haus doang tapi nggak bisa merasakan penderitaan orang lain. Puasa tanpa ruh kemiskinan adalah kesia-siaan. “Mokel” ajalah …
Berpuasa dengan menikmati banyak hidangan adalah kemunafikan. Apa yang kamu lakukan tak ubahnya sebagai hedonisme ritualisme.
Hedonisme ritualisme ini merupakan sesuatu yang kontra produktif yang tidak disadari oleh mayoritas muslim karena terjebak pada dogma dan ajaran sareat. Sareat sebetulnya fase pembelajaran tentang tradisi bagi kalangan anak-anak, bukan untuk kalangan dewasa.
Sangat tidak pantas bagi yang sudah dewasa tidak meningkatkan pola religiusitasnya ke tataran hakekat, baik mengikuti tarekat yang diridhoi maupun sekte liberal.
Dengan mempelajari hakekat maka hakiki agamanya bisa dipahami tentang wujud teks ajaran. Tafsir metaforanya bersifat kontekstual bukan lagi dongeng.
Kenapa sareat dipelihara mati-matian? Karena bisa diwarnai dengan dongeng yang aneh-aneh dan bisa dibuat dagangan di panggung dan majelis.
Itu sebabnya banyak alumni kampus Islam terobsesi menjadi pedagang ayat karena hanya dengan modal contekan ayat, hadist dan kisah nabi-nabi sudah bisa nggembol uang.
Dan, orang-orang yang tumpul pikirannya senang didongengi sebagai hiburan menunggu mati.