Perjuangan Korban Mafia Tanah, Mulai dari Diskriminasi Hingga Kriminalisasi

Berita, Hukum, Investigasi394 Dilihat

SURABAYA, tretan.news – Dengan berkedok sebagai rentenir, yang memberikan pinjaman dana talangan pada masyarakat untuk melunasi hutang di bank. Delapan orang menjadi korban penipuan mafia tanah.

Menurut para korban penipuan itu dilakukan oleh “The Tomy“, tujuh orang korban ditipu dengan modus yang kurang lebih sama yaitu, dengan diiming-imingi dana talangan untuk membayarkan hutangnya di bank, lalu para korban diajak ke notaris untuk membuat akta jual beli, alasan tersangka itu akan di anggap batal jika hutang korban telah lunas.

Seperti yang dialami oleh Nur Huda, “Awalnya saya itu pinjam dana talangan, dihubungkan oleh orangnya pak Tomy bernama Dimas, kemudian pak Tomy datang sekalian mau melihat aset yang akan dijaminkan,” terangnya pada awak media di kantor pengacara Dipta Adista Justicia Jl. Ngaglik no 48B Kec. Tambaksari, Surabaya. Pada, Jumat (15/11/2024) siang.

Nur Huda mengaku bahwa, Tomy berjanji tidak akan melakukan balik nama atas asetnya. Bahkan sampai ada tiga kali pertemuan dengan Tomy untuk meyakinkan Huda dan ayahnya. Setelah diyakinkan, ia langsung di ajak untuk mengambil asetnya di bank dengan melakukan pelunasan.

“Sampai di notaris saya di beri tahu bahwa kami akan melakukan jual beli. Saya kaget, loh mbak ini bukan jual beli kita disini mau buat bukti pinjam meminjam”, imbuhnya.

Namun, argumentasinya kala itu langsung dipatahkan oleh Tomy. Tomy mengatakan, bahwa itu hanya digunakan untuk pegangan, bila urusan piutang telah selesai maka itu akan di anggap batal.

Lebih dari lima tahun berselang, Huda dan keluarga mendapatkan surat somasi pengosongan rumah. Ia dilaporkan oleh Tomy dengan kasus perdata dan pidana, dengan tuduhan menempati pekarangan orang lain tanpa izin.

Tak jauh beda dengan Huda, Sri Endah Pujiyati juga mengaku sampai di bentak-bentak oleh oknum penyidik Polrestabes Surabaya. Endah mengaku pernyataannya selalu ditolak atau dianulir oleh penyidik. Wanita paruh baya itu mengatakan ada dua kali pembuatan surat jual beli rumah antara dirinya dan Tomy. Namun, yang dia tahu itu adalah surat piutang bukan surat jual beli.

“Saya berharap, penegak hukum itu memberikan keadilan yang seadil-adilnya. Jangan sampai korban seperti saya ini, berlanjut terus menerus. Dan banyak lagi orang yang saya kenal korban seperti saya juga”, tutur Endah.

Endah mengaku sempat di intimidasi oleh Tomy, “buk, ibu itu nurut saja, ibuk tidak akan menang melawan saya. Uang saya itu banyak, saya bisa kerjasama dengan siapa saja, jadi ibu nurut saja,” tekan Tomy pada ibu Endah.

Sampai ia dilaporkan ke Polrestabes kota Surabaya, ibu Endah mengaku tidak pernah menerima bukti penyerahan sertifikat ataupun surat jual beli rumah. Laporan yang dilayangkan padanya telah sampai kejaksaan atau P21 dengan tuntutan pasal 167 dan 365 atas tuduhan memasuki pekarangan orang tanpa hak dan menguasai barang tidak bergerak.

“Saya menempati sejak tahun 2008, dan saya bersama suami saya yang membangun rumah itu, terus saya hutang. Saya tidak pernah menerima surat tanda terima penyerahan sertifikat. Lalu saya dilaporkan ke Polrestabes”, paparnya.

Endah bersumpah, semoga orang-orang yang telah mendzoliminya mendapatkan ganjaran yang setimpal. Notaris dan penyidik yang menangani kasusnya telah meninggal dunia.

Setelah dilakukan Appraisal, hutang mereka hanya sekitar 10% dari harga properti yang sebenarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *