Pengguna Narkoba Haram Dipenjara

Penulis Esai : Rokimdakas

Artikel, Berita85 Dilihat

SURABAYA, tretan.news – Penyalahguna narkotika tidak boleh dipenjara. Tapi kenapa masih banyak yang ditangkap, diintimidasi, diperas? Ini fakta yang perlu Anda tau.

Bayar, bayar, bayar…” kutipan lirik band punk Sukatani itu sempat viral sebelum dibredel polisi. Liriknya bukan sekadar sindiran tapi realita pshit. Bahwa berurusan dengan polisi selalu butuh uang. Terutama jika yang tertangkap adalah korban narkoba.

Begitu seorang anggota keluarga ditangkap karena narkotika, seketika panik seperti tertimpa gempa. Dunia terasa gelap. Satu-satunya yang terlintas dalam pikiran adalah cari uang pembebasan, berapa pun jumlahnya.

Yang belum diketahui publik, pengguna narkotika tidak seharusnya dipenjara. Mereka adalah korban. Undang-undang sudah diubah. Bahkan pemerintah menetapkan pendekatan Restorative Justice (RJ) sebagai solusi hukum bagi pecandu dan penyalahguna narkoba.

Menurut Kepala BNN RI, Komjen Pol Marthinus Hukom, “Kita harus melihat mereka sebagai korban. Menangkap mereka justru membuat mereka makin menderita. Mereka sakit dan butuh intervensi medis serta sosial.” Ungkapnya.

MENGAPA DIPERAS?
Di sinilah tragedi terjadi. Banyak oknum polisi menyembunyikan informasi soal Restoratif Justice dan justru menjadikan kasus narkotika sebagai ladang bisnis. Mereka menakut-nakuti keluarga korban, menuntut uang damai puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Berdasar Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 dengan jelas mengatur bahwa restorative justice bisa diterapkan jika pelaku adalah pecandu atau korban penyalahgunaan narkoba, bukan penjual atau bandar.
Barang bukti kecil, untuk ganja di bawah 5 gram sedangkan sabu tidak sampai 1 gram. Keluarga mengajukan rehabilitasi, bukan “86”

Fakta lainnya, penjara di Indonesia rata-rata over kapasitas dan sebagian besar penghuninya adalah narapidana kasus narkoba. Pecandu yang seharusnya direhabilitasi justru dicampur dengan bandar. Bukannya sembuh, mereka malah semakin rusak secara mental dan sosial.

Restorative justice atau keadilan restoratif adalah pendekatan hukum yang mengutamakan pemulihan bukan pembalasan. Dalam kasus narkotika, restoratif justice berarti pengguna narkoba tak perlu diseret ke pengadilan tapi direhabilitasi dengan dukungan keluarga dan negara.

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin bahkan menegaskan, “Haram bagi jaksa untuk melimpahkan kasus pengguna ke pengadilan.”

MENGAPA DIAM
Karena masyarakat tidak tau. Karena mereka takut. Karena informasi ini tidak disosialisasikan secara terbuka. Inilah yang dikritisi oleh Prof. Dr. Siswanto, pemerhati korban narkoba.

“Sosialisasi tentang perubahan undang-undang narkotika harus dilakukan secara intensif. Ini demi kemanusiaan.” Jelasnya.

Jika publik terus dibodohi maka oknum akan terus memanfaatkan ketidaktauan itu untuk kepentingan pribadi.

Karena itu saatnya masyarakat melek hukum, bahwa Korban narkotika berhak direhabilitasi, bukan dipenjara.

Restoratif justice adalah hak, bukan belas kasihan. Jangan “damai di bawah meja” ajukan rehabilitasi secara resmi.

Ketika aparat justru memperalat hukum untuk meraup untung dari penderitaan maka yang rusak bukan cuma sistem tapi juga nilai kemanusiaan. Informasi adalah kekuatan. Kini saatnya publik membuka mata bahwa korban narkotika bukanlah penjahat. Hukum punya jalan untuk memulihkan secara manusiawi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *