BANGKALAN, tretan.news – Madura, sebuah pulau yang kaya akan tradisi dan keberanian, selama ini kerap diasosiasikan dengan budaya carok—sebuah tradisi balas dendam yang menggunakan senjata tajam sebagai penyelesaian konflik.
Namun, kini sebuah gerakan transformatif sedang bergulir di Kabupaten Bangkalan, mengajak masyarakat untuk meninggalkan kekerasan dan memilih jalan damai.
Momen bersejarah terjadi ketika pemerintah, tokoh agama, akademisi, dan pemimpin masyarakat berkumpul dalam sebuah seminar nasional bertajuk
“Menciptakan Budaya Penyelesaian Dendam Akibat Carok Berdasarkan Nilai-Nilai Adab Madura“.
Acara yang diinisiasi oleh Fakultas Hukum Universitas Dr. Soetomo bersama Polres Bangkalan ini bukan sekadar pertemuan biasa, melainkan titik balik penting dalam upaya mendekonstruksi persepsi tentang kekerasan di Madura.
Pj. Bupati Bangkalan, Dr. Arief M. Edie, dengan tegas menegaskan bahwa carok bukanlah hakikat sejati masyarakat Bangkalan. Menurutnya, komunitas Madura sejatinya adalah masyarakat yang humanis, penuh kekeluargaan, dan damai.
Pernyataan ini membongkar mitos yang selama ini melekat, menunjukkan bahwa kekerasan hanyalah penyimpangan dari nilai-nilai luhur budaya mereka.
Para pemimpin dan tokoh yang hadir, mulai dari Wakil Menteri Hukum dan HAM hingga budayawan Madura, bersatu dalam satu komitmen: menghentikan lingkaran kekerasan.
Mereka tidak sekadar berbicara, tetapi bertindak nyata melalui pembacaan ikrar dan penandatanganan deklarasi peletakan senjata tajam.
Zawawi Imron, seorang tokoh budaya terkemuka, dengan tegas menyuarakan pandangan bahwa carok bukanlah budaya, melainkan perilaku destruktif yang telah diwariskan secara tidak bertanggung jawab.
“Carok itu bukan budaya bagi orang Madura, melainkan perbuatan buruk yang sudah turun-temurun.” tegasnya
Pernyataan ini mendobrak paradigma yang selama ini membenarkan kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah.
Simbolisme dari tindakan ini sangatlah kuat memutus mata rantai dendam yang telah mengakar.
Seminar ini lebih dari sekadar pertemuan akademis. Ia adalah ruang dialog untuk mendefinisikan ulang cara pandang masyarakat terhadap konflik.
Bukan dengan kekerasan, melainkan melalui musyawarah, hukum, dan martabat kemanusiaan. Setiap peserta memahami bahwa perdamaian membutuhkan kesadaran kolektif dan komitmen bersama.
Harapan terbesar dari deklarasi ini adalah transformasi sosial. Bangkalan tidak ingin lagi menjadi wilayah yang identik dengan kekerasan, melainkan menjadi contoh bagaimana sebuah masyarakat dapat melampaui tradisi destruktif menuju peradaban yang lebih bermartabat.
Ini adalah perjalanan panjang yang membutuhkan pendidikan, pemahaman, dan keteguhan sikap.
Langkah Kabupaten Bangkalan ini patut diapresiasi. Ia menunjukkan bahwa perubahan dimulai dari kesadaran bersama, bahwa dialog dan musyawarah jauh lebih bermartabat daripada kekerasan.
Semoga ikrar ini tidak sekadar simbolis, melainkan menjadi awal dari transformasi sejati masyarakat Madura menuju kehidupan yang lebih damai dan berkeadaban.