BATU, tretan.news – Masyarakat pelestari lingkungan hidup di Kota Batu yang tergabung dalam Gerakan Kesadaran Terlibat Sapu Bersih Sampah Nyemplung Kali (Sabers Pungli) mempublikasikan temuannya. Mereka menemukan sebanyak 273 mata air.
Doddy Eko Wahyudi, Koordinator SABERS PUNGLI Kota Batu menyampaikan, ringkasan data tersebut telah dikirimkan secara resmi pada pertengahan Mei 2024 lalu kepada instansi yang bertanggungjawab.
Termasuk lembaga yang peduli pada keberlanjutan sumber air seperti BBWS Brantas, PU SDA Jatim, BPDAS, Perum Jasa Tirta I, wali kota Batu dan jajarannya. Seperti Dinas PUPR, DLH, BPSDA, BPBD dan seluruh lurah/kepala desa se-Kota Batu.
“Untuk lembaga non-pemerintahan dikirimkan kepada Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia (MKTI) Jawa Timur,” tuturnya.
Doddy menjelaskan, kegiatan ekspedisi telah dilaksanakan bersama pemerintah desa/kelurahan setempat dengan melibatkan relawan masyarakat dan perwakilan instansi.
Seperti Perum Jasa Tirta I, BBWS Brantas, TNI, Polri, PUPR, DLH, BPBD, dan PDAM Kota Batu. Sedangkan sumber daya kegiatannya berasal dari masyarakat mandiri yang didukung oleh instansi atau pihak yang peduli.
“Ekspedisi mata air ini berangkat dari rasa penasaran, ingin menjawab ketidaktahuan atau kesimpangsiuran data mata air yang selama ini diketahui masyarakat. Selama ini masyarakat Kota Batu sering mendengar pemberitaan jumlah mata air yang tersisa, namun jumlah yang diberitakan kok tidak sama dengan mata air yang banyak dikenal masyarakat hingga saat ini berfungsi,” ujar dia.
Doddy menerangkan, data awal yang ditemukan tim ekspedisi di lapangan ternyata lebih banyak daripada yang diberitakan. Pihaknya mencatat ada 273 mata air yang pencatatannya berbasis nama lokal, mata air yang umum dikenal oleh masyarakat di 22 desa/kelurahan.
Namun jumlah tersebut masih belum termasuk di 2 desa/kelurahan yang belum dikunjungi, yaitu Pesanggrahan dan Oro-Oro Ombo.
“273 mata air merupakan hasil ekspedisi yang telah dilakukan sejak Oktober 2022-Mei 2024, dengan jadwal ekspedisi setiap Kamis dan fokus pada lokasi di luar kawasan hutan,” ungkap tokoh budaya dan pelestari sungai di Kota Batu, H. Ahmad Berlin Rifai atau yang akrab disapa Cak Mad Berlin.
Disebutlan pula, data yang dikumpulkan oleh tim ekspedisi, selain nama lokal dan data lokasi, juga waktu survei, perkiraan debit (liter/detik), status kepemilikan lahan, luasan serta juru kunci/tokoh pemangku di titik lokasi tersebut.
Dicatat pula periode keberadaan, asal buatan/alami, kegiatan pemanfaatan dan kegiatan perlindungannya. Termasuk dicatat kegiatan adat budayanya, aturan yang berlaku, flora dan fauna, dan rekomendasi program.
“Data mata air di Kota Batu, total 302 mata air yang berhasil didokumentasikan hingga saat ini, tidak hanya menjadi tumpukan data, apalagi malah untuk dibangga-banggakan saja,”cetusnya.
Dirinya berharap, hasil ekspedisi ini dapat dilanjutkan oleh pihak-pihak yang berwenang. Program pemantauan, evaluasi serta pelestariannya diharapkan dapat tercetus dari data mata air ini. Ia juga berharap penggunaan air tanah dapat dikendalikan dengan tegas agar tidak mengancam keberadaan mata air di Kota Batu sebagai daerah di hulu DAS Brantas.
“Kami mengapresiasi setinggi-tingginya para relawan di Kota Batu yang telah meluangkan waktunya tiap minggu secara rutin selama 1,5 tahun demi fokus mencermati mata air. Memang pihak yang harus paling tahu aset alam yang penting untuk kehidupan seperti mata air adalah masyarakat itu sendiri,” sambung Pokja Diklat dan Pemberdayaan Masyarakat MKTI Jatim, Bayu Sakti.
Sementara itu, Asper BKPH Pujon, Yudha Sri Muhartono, salah seorang tim penyusun buku mata air di kawasan hutan tersebut membenarkan mata air di kawasan hutan se-KPH Malang telah didokumentasikan sebelum 2016. Disana terdapat 208 mata air yang tersebar di 8 BKPH. Khusus di Kota Batu terdapat 29 mata air.
“Satu mata air yaitu Sumber Marinah di RPH Junggo masuk BKPH Singosari, sedangkan 28 mata air lainnya tersebar di BKPH Pujon, yaitu RPH Pujon Selatan di Desa Songgokerto dan Pesanggrahan, RPH Punten, dan RPH Oro-oro Ombo.” pungkasnya.