MALANG, tretan.news – Pertumbuhan sektor wisata di Kota Batu tak lepas dari masalah alih fungsi lahan. Utamanya alih fungsi pada wilayah hutan yang berdampak pada kelestarian lingkungan, termasuk kelestarian sumber air. Perum Perhutani menilai perlu penataan daerah resapan dan penghentian pada aktivitas penebangan hutan untuk wisata.
Hal tersebut disampaikan Administratur Perum Perhutani KPH Malang Loesy Triana. Menurut dia, Kota Batu memiliki banyak titik sumber mata air. Namun tidak semua terjaga kelestarian daerah tangkapannya. Hal ini yang berdampak pada menurunnya debit air dan masalah kekeruhan.
Dikatakan, bahwa Perhutani siap berkolaborasi untuk mengupayakan penghijauan. Sebab, masalah tangkapan air dan sumber air di Wilayah KPH Malang khususnya di Kota Batu menjadi sorotan publik.
“Beberapa waktu lalu bertepatan dengan forum air terbesar dunia di Bali, sedikit disimpulkan 4 hal isu nasional kedepan. Salah satunya di wilayah kita konservasi air. Kami senang melihat sumber mata air di Batu. Tetapi ternyata kejernihan air sedikit berkurang, lalu masalah debitnya. Padahal untuk dipakai masyarakat belum layak,” ujar Loesy saat ditemui, belum lama ini.
Menurut, dia masalah ini manjadi tanggung jawab setiap stakeholder terkait di Kota Batu beserta masyarakat di wilayahnya. Meski sejatinya wewenang masalah sungai dan air sungai adalah di Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS), Perhutani tetap bertugas menjaga wilayah tangkapan air di hutan. Sehingga hal ini menjadi perhatian serius.
“Sering kali masyarakat mengeluh saat kemarau debitnya menurun, komplainnya ke Perhutani karena posisi mata air ada di kawasan hutan,” sebutnya.
Loesy mengakui pada beberapa tahun lalu penerapan lahan hutan jadi wisata masih belum dibatasi aturan. Akibatnya berdampak pada lingkungan tak terkecuali resapan air. Sehingga wilayah tangkapan air (Catchment area) di Kota Batu perlu dijaga kelestariannya.
“Memang betul, dulu belum ada regulasi yang jelas. Sehingga semua berlomba membuat wisata tanpa ada regulasi yang jelas untuk pembatasan. Seharusnya wisata jika menggunakan air juga ada kerja sama tersendiri,” terangnya.
Untuk diketahui Wilayah Perhutani di Kota batu seluas 6 ribu hektare. Sementara untuk hutan lindung 2.900 hektare, dan 3 ribu hektare untuK hutan produksi. Sedangkan keseluruhan KPH Malang di wilayah Kabupaten Malang dan Kabupaten Kediri serta satu Pemerintahan Kota Batu seluas 90.353 Hektare hutan, yang terdiri hutan produksi 46.188 hektare dan hutan Lindung 44.164 Hektare.
Untuk membatasi dan menghentikan alih fungsi ke wisata sevara berlebih, Perhutani menegaskan larangan penebangan pohon untuk keperluan lahan wisata di Wilayah Perhutani. Syarat tersebut pun diakuinya masih banyak dilanggar dan perlu terus ditegakkan untuk kelestarian lingkungan. Khususnya respaan untuk menjaga sumber mata air.
“Jika kerja sama (wisata) dengan Perum Perhutani kami pastikan tidak ada penebangan pohon. Waktu kami bertugas di Lawu juga demikian ada pemanfaatan cafe, tapi kami syaratkan tidak ada penebangan pohon dan itu juga bisa berjalan. Jika masih ada itu yang perlu diperhatikan,” tandas Loesy.