PASURUAN, tretan.news – Upaya serius dilakukan Pemerintah Desa Ngerong, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan untuk menekan angka stunting.
Hal ini dibuktikan dengan digelarnya Rembuk Stunting bertema “Merumuskan Strategi dan Tindakan Konkret dalam Pencegahan dan Penanganan Stunting” di Balai Desa Ngerong, Rabu (16/7/2025).
Acara ini diikuti oleh para kader Posyandu dan perangkat desa setempat. Tujuannya, memperkuat sinergi antar pemangku kepentingan dalam mencegah kasus stunting yang masih menjadi pekerjaan rumah bersama.
Ahli Gizi dari Puskesmas Gempol, Qomariyah, menegaskan bahwa stunting bukan sekadar soal tinggi badan anak yang tampak kerdil. Ada perbedaan signifikan antara anak pendek karena keturunan dengan anak yang mengalami stunting.
“Stunting tidak bisa dilihat dari pandangan mata saja. Harus dilihat umur dan berat badan. Kalau kerdil bisa karena hormon dan faktor keturunan, tapi stunting penyebab utamanya adalah asupan makanan yang kurang,” jelas Qomariyah kepada peserta.
Ia menyebutkan, hingga saat ini masih ada 12 anak di Desa Ngerong yang tercatat mengalami stunting. Kondisi ini, menurutnya, perlu penanganan serius agar desa bisa mencapai status zero stunting.
“Harapannya bisa zero stunting. Tapi memang masih ada PR. Biasanya, stunting baru terdeteksi saat anak berusia dua tahun,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Qomariyah juga mengungkap tantangan dalam pemenuhan gizi anak, terutama dalam hal Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA).
Banyak anak, kata dia, enggan makan sayur atau daging, padahal kebutuhan nutrisi tidak bisa dipenuhi dari satu jenis makanan saja.
“Kadang anak tidak mau makan sayur, kadang juga tidak mau makan daging. Makanya kita dorong agar makanan lebih berseragam, biar gizinya seimbang,” ucapnya.
Salah satu penyebab utama stunting di Indonesia, menurut Qomariyah, adalah rendahnya capaian pemberian ASI eksklusif. Penyebabnya beragam. Kebanyakan karena ASI tidak keluar dan berdalih sibuk bekerja.
“Target nasional ASI eksklusif itu 80 persen, tapi faktanya baru tercapai 40 persen. Banyak alasan, seperti ibu bekerja atau ASI tidak keluar. Padahal ini bukan alasan. Kalau ingin ASI lancar, penyuluhan sudah harus diberikan sejak kehamilan,” terangnya.
Ia juga menekankan pentingnya peran ayah dalam mendukung ibu menyusui, sebab kondisi mental ibu sangat mempengaruhi produksi ASI.
“Kalau istri stres, ASI bisa tidak keluar. Suami harus berperan menjaga emosinya. Bahkan bisa bantu dengan pijatan relaksasi. Jadi bukan tugas ibu saja, bapak juga punya peran,” tambahnya.
Sebagai penutup, Qomariyah menilai bahwa akar persoalan stunting di Indonesia ada pada perilaku masyarakat yang belum menganggapnya sebagai ancaman serius.
“Masyarakat menganggap stunting bukan penyakit yang membahayakan. Padahal, dampaknya bisa sampai mempengaruhi IQ anak. Ini masalah perilaku yang harus kita ubah bersama,” tukasnya.
Dalam kesempatan itu, Kepala Desa Ngerong, Jemik Sadiman, menyampaikan komitmennya untuk terus mendorong peningkatan layanan Posyandu dan partisipasi masyarakat.
“Dari rembuk ini, kami harapkan ada kritik dan saran demi peningkatan pelayanan. Mudah-mudahan ke depan desa kita bisa segera mencapai target zero stunting,” tegas Jemik.
Sebagai langkah konkret, Jemik sepakat dengan Qomariyah bahwa absensi balita di Posyandu harus 100 persen. Ia juga membuka kemungkinan untuk memberikan insentif kepada masyarakat agar rutin datang ke Posyandu.
“Kalau ada warga yang tidak datang ke Posyandu, harus dipantau dan didampingi. Bisa dirangsang dengan doorprize agar kehadiran meningkat,” tutupnya.