Satpol PP Akan Merevisi Perda Tentang Sound Horeg, Antisipasi Ketertiban Umum

MALANG, tretan.news – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang akan merevisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum. Yang direvisi kali ini yakni mengenai poin tentang suara yang dikeluarkan sound horeg.

Kepala Bidang Penegakan Perundang-Undangan Daerah Satpol PP Kabupaten Malang, Bowo mengatakan, revisi itu akan digelar har ini di Desa Urek-urek, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang.

“Jika sebelumnya intensitas kekuatan suara yang dikeluarkan sound tak melebihin 60 desibel, nanti akan disepakati berapa desibel intensitas kekuatan suara yang keluar,” katanya.

Ia mengatakan, aturan itu direvisi lantaran, banyak komunitas sound horeg menolak aturan tersebut. Sehingga dengan adanya protes tersebut, perlu dilakukan pengukuran intensitas suara untuk merevisi perda.

“60 desibel itu banyak protes, tenryata setelah diukur oleh temen-temen komunitas itu terlalu rendah sedangkan kita bicara ini sudah hampir mencapai 60 desibel,” jelasnya.

Untuk merevisi perda ini, Satpol PP Kabupaten Malang akan melibatkan pemerintah daerah, DPRD, stakeholder, TNI-Polri, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) termasuk Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan, hingga komunitas sound horeg di Kabupaten Malang.

 

Revisi perda ini perlu dilakukan secepat mungkin karena cek sound ini sudah ditunggu oleh masyarakat baik di kota/kabupaten lain.

Kemudian proses sosialisasi perda yang telah direvisi ini akan disampaikan melalui komunitas sound horeg di Kabupaten Malang. Agar tidak ada lagi protes yang timbul setelah maraknya parade sound.

Sebelumnya, Bowo mengatakan Kabupaten Malang merupakan barometer bagi kota/kabupaten lain terkait sound horeg atau parade cek sound.

Akan tetapi, di satu sisi ada masyarakat yang merasa dirugikan dan mengeluh dengan adanya sound horeg. Beberapa keluhan yang disampaikan masyarakat yakni suara yang dikeluarkan dari sound horeg ini dapat mengancam manula hingga di anak bawah umur.

Bahkan tak sedikit banyak bangunan rumah yang terdampak akibat suara yang dikeluarkan. Namun, dari adanya perda ini juga mendapatkan penolakan dari komunitas sound horeg.

Di antaranya mereka menolak adanya salah satu poin dalam perda yang menyebutkan intensitas kekuatan suara yang dikeluarkan sound tak melebihin 60 desibel. Sehingga dengan adanya protes tersebut, perlu dilakukan pengukuran intensitas suara untuk merevisi perda.

“Jadi kami sudah siapkan alat untuk mengukur suara yang dikeluarkan cek sound. Itu akan kita ukur kekuatan yang dikeluarkan berapa,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *