SURABAYA, tretan.news – Ribuan nelayan dan warga pesisir Kenjeran bersama mahasiswa, ulama, dan pegiat budaya turun ke jalan dalam aksi besar bertajuk “Surabaya Bergerak Tolak Surabaya Waterfront Land (SWL)”. Mereka menegaskan bahwa laut bukan sekadar ruang ekonomi, melainkan warisan budaya dan identitas hidup masyarakat pesisir, Senin, 22 September 2025.
Di tengah aksi, nelayan membawa spanduk dan keranda. “Ini bukan hanya tentang menolak reklamasi, tapi menjaga warisan leluhur. Laut adalah kitab kehidupan kami,” ujar Sukadi (63), nelayan kawakan di Kenjeran.
Proyek SWL yang digagas PT Granting Jaya sejak 2024 milik Tumbi dinilai tidak hanya mengancam ekosistem tetapi juga menghancurkan kebudayaan bahari Surabaya yang berusia ratusan tahun.
Dari pesisir inilah tradisi perahu nelayan, pasar ikan, hingga ritual larung sesaji tumbuh sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas kota.
Heroe Budianto, koordinator Forum Masyarakat Madani Maritim (FMMM) menyebut konsultasi publik terkait proyek SWL cacat prosedural. Kehadiran OPD Pemkot dan Pemprov dalam rapat KA-ANDAL hanya bersikap normatif tanpa menyuarakan penolakan, meski sebelumnya Wali Kota Surabaya sempat berkomitmen menolak proyek.
“Diamnya pemerintah sama saja membiarkan sejarah pesisir Surabaya terhapus,” kata Heroe.
Dalam pernyataannya, massa aksi menuntut tiga hal: Pemkot Surabaya dan Pemprov Jatim menyatakan penolakan administratif dan terbuka. Mengirim nota pencabutan PKKPRL ke KKP. Menghentikan seluruh proses AMDAL di KLHK.
Secara tajam Heroe menyatakan, “Jika tuntutan tidak dipenuhi dalam 3×24 jam, FMMM berjanji akan menggelar aksi yang lebih besar dan massif.”
Memutus Mata Rantai
Bagi nelayan, reklamasi bukan hanya ancaman ekonomi tetapi juga pemutusan mata rantai sejarah. Tradisi melaut yang diwariskan dari kakek ke cucu terancam hilang jika habitat ikan, udang, dan kerang hancur.
”Kalau laut ditutup beton, bagaimana mereka bisa bercerita pada anak-anak tentang cara mencari ikan? Laut adalah sekolah kehidupan mereka,” tutur Ramadhani J. Samudera dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).
Rahmat Mahmudi dari Aliansi Ulama dan Tokoh Jatim menegaskan, proyek SWL akan menenggelamkan identitas Surabaya sebagai kota maritim.
“Sejarah Surabaya adalah sejarah laut. Jika laut dikapling, maka Surabaya kehilangan jati dirinya,” ujarnya lantang.
SWL kini menjadi simbol perlawanan warga terhadap penggusuran kultural. Bagi mereka, mempertahankan laut bukan sekadar urusan lingkungan, tapi menjaga ruang spiritual, ekonomi, dan kebudayaan.
“Laut bukan untuk dijual. Laut adalah warisan,” tegas ribuan massa dalam satu suara.
Rokimdakas
Penulis Surabaya
Senin, 22 September 2025