Regulasi Gas 3 Kg, Kebijakan Sengsarakan Rakyat

Penulis Esai : Rokimdakas

Artikel, Berita84 Dilihat

SURABAYA, tretan.news – Kebijakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam menata distribusi gas elpiji 3 kilogram (LPG) telah menjelma menjadi contoh klasik kegagalan tata kelola energi yang mengabaikan prinsip ‘people centered policy’, kebijakan yang berpusat pada (kepentingan) rakyat.

Tanpa riset komprehensif, kebijakan yang mulai berlaku 1 Februari 2025 ini memangkas penyaluran LPG subsidi ke pengecer memaksa masyarakat antre berjam-jam di pangkalan resmi.

Alih-alih menertibkan distribusi, langkah ini justru melahirkan krisis baru yakni kelangkaan akut yang memicu antrean mengular dan kemarahan publik.

Yang menyedihkan, Bahlil bersikukuh menampik realitas dengan klaim “stok aman”. Sikap defensif ini mengingatkan pada pola ‘damage control’ – pejabat yang lebih sibuk menyelamatkan citra ketimbang mengakui kesalahan.

Padahal di lapangan, kalangan miskin dan lansia terpaksa berdesakan untuk memperoleh gas elpiji yang menjadi tulang punggung kebutuhan harian.

Tragisnya kebijakan Bahlil merenggut nyawa Yonih (62), seorang lansia di Pamulang, Tangerang Selatan, yang meninggal akibat kelelahan usai mengantre gas. Kematiannya adalah simbol kegagalan negara melindungi kelompok rentan.

Presiden Prabowo Subianto akhirnya turun tangan, memerintahkan Bahlil mengaktifkan kembali pengecer sambil menertibkan sistem distribusi. Tetapi intervensi ini terlambat.

Krisis telah menguak kelemahan struktural, minimnya koordinasi antarlembaga dan absennya mitigasi risiko dalam perumusan kebijakan.

Kasus ini menguak ketidakadilan struktural. Di satu sisi pemerintah berkoar tentang kemandirian energi, sisi lainnya kebijakan energi justru menambah beban hidup rakyat kecil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *