SURABAYA MEMBARA: KETIKA AMUK MASSA BAGAI BANJIR BANDANG

SURABAYA, tretan.news – ‎Malam minggu biasanya jadi ruang hiburan bagi warga Surabaya. Namun 30 Agustus 2025, suasana di Balai Pemuda berubah drastis. Ajang seni rupa ArtSubs hingga pementasan teater anak terpaksa dihentikan, sementara di luar gedung, ratusan remaja menumpuk di depan Gedung Negara Grahadi di Surabaya.

Awalnya hanya kerumunan biasa. Motor hilir mudik, obrolan ringan di antara penjual makanan. Namun pukul 21.00 WIB, suara kembang api disusul lemparan bom molotov ke Gedung Grahadi sisi barat.

Api menjalar cepat, membakar ruang kerja, ruang wartawan, hingga 21 motor. Setengah jam kemudian, Polsek Tegalsari menjadi korban berikutnya. Ludes.

Massa kemudian menjarah isi gedung. Barang-barang kantor diangkut keluar seolah pesta jalanan.

Teriakan “Cair Cak, cair!” menggema di tengah asap dan kobaran api. Menjelang tengah malam, truk polisi baru datang, ketika massa sudah meninggalkan puing-puing.

Peristiwa serupa meletus di banyak kota lain. Gedung DPRD Makassar terbakar menewaskan tiga orang, halte Transjakarta dirusak, rumah politisi dijarah, pos polisi Bandung dilalap api, Medan berasap oleh ban terbakar, hingga Kediri dan NTB ikut porak-poranda.

Menurut sosiolog Dr. Andi Nugroho, gelombang ini adalah luapan kekecewaan nasional. “Bukan sekadar kematian Affan, isu pajak atau tunjangan DPR. Ini sudah frustrasi kolektif yang menumpuk lama,” ujarnya.

Pengamat politik Arum Dwi Santosa menilai simboliknya jelas: “Ketika Grahadi terbakar, kepercayaan rakyat pada negara runtuh bersama gedung itu.

Surabaya malam itu mengingatkan bahwa krisis kepercayaan bisa menjelma api. Kota Pahlawan yang dulu identik dengan semangat kebangsaan kini jadi saksi pesta amarah rakyat.

Rokimdakas
‎31 Agustus 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *