Semangat Kebangsaan di Hari Pahlawan: Menyalakan Kembali Api Perjuangan 10 November di Era Digital

Artikel, Berita, Sosial, Tokoh80 Dilihat

SURABAYA, Tretan.News — Setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia kembali diingatkan pada peristiwa heroik di Surabaya tahun 1945 hari ketika nyala semangat rakyat meledak melawan penjajahan, mempertaruhkan nyawa demi satu kata: Merdeka.

Kini, delapan dekade kemudian, semangat itu kembali digaungkan oleh Laskar Tretan Perjuangan (LTP) sebagai seruan moral bagi generasi muda untuk menyalakan kembali api kebangsaan di tengah arus globalisasi dan digitalisasi yang kian deras.

Ketua DPC Laskar Tretan Perjuangan Surabaya, Ainul Makin, menegaskan bahwa Hari Pahlawan bukan sekadar ritual tahunan, tetapi momentum untuk merefleksikan kembali nilai perjuangan dan tanggung jawab kebangsaan.

“Semangat 10 November bukan hanya untuk dikenang dalam upacara, tapi harus dihidupkan dalam perilaku dan cara berpikir kita hari ini. Pemuda harus punya keberanian untuk berjuang di jalan kebenaran, seperti para pahlawan yang rela berkorban demi bangsa,” ujarnya.

Menurut Ainul, bangsa Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan baru yang tak kalah berat dari masa penjajahan: melemahnya semangat gotong royong, memudarnya solidaritas, dan menguatnya budaya individualisme di kalangan generasi muda.

“Kita menyaksikan betapa semangat persaudaraan kini tergantikan oleh individualisme. Di masa kini, banyak anak muda lebih sibuk membangun citra diri daripada membangun bangsa. Padahal, semangat perjuangan para pahlawan tumbuh dari kebersamaan, bukan dari ego pribadi,” tambahnya.

Laskar Tretan Perjuangan menilai bahwa generasi Z memiliki potensi besar untuk menjadi pelanjut perjuangan, namun harus diimbangi dengan kesadaran moral dan kebangsaan.

Di tengah derasnya arus digitalisasi, semangat kolaborasi dan kepedulian sosial harus terus dijaga agar kemerdekaan tidak kehilangan makna sejatinya.

Sementara itu, Pratomo, Kepala Divisi Advokasi dan Hukum LTP, menegaskan bahwa momentum Hari Pahlawan seharusnya menjadi bahan refleksi nasional terhadap carut-marut sosial, politik, dan moral bangsa.

“Bangsa ini sedang menghadapi krisis keteladanan. Banyak orang pintar, tapi tidak banyak yang berhati pahlawan. Kita melihat ketidakadilan, penyalahgunaan kekuasaan, dan lunturnya empati. Semua itu terjadi karena kita lupa pada nilai perjuangan,” ujarnya dengan nada tegas.

Ia menambahkan, perjuangan di masa kini tidak lagi dilakukan dengan mengangkat senjata, melainkan dengan mengangkat kesadaran, keberanian moral, dan kejujuran dalam bertindak.

“Menjadi pahlawan zaman kini bukan berarti berperang di medan laga, tetapi berani jujur, berani peduli, dan berani berbuat untuk sesama. Inilah bentuk perjuangan baru yang harus dimiliki oleh generasi muda,” ujar Pratomo.

Menurutnya, hilangnya semangat kebangsaan di kalangan generasi muda dapat menjadi ancaman besar bagi masa depan bangsa.

“Ketika generasi muda lebih bangga menjadi trending di media sosial daripada memberi manfaat nyata, di situlah kita perlu berkaca. Pahlawan sejati tidak mencari sorotan, mereka berbuat untuk kebaikan tanpa pamrih. Itulah semangat yang harus kita hidupkan kembali,” tegasnya.

Bagi Laskar Tretan Perjuangan, Hari Pahlawan bukan sekadar mengenang masa lalu, melainkan menghidupkan kembali nilai-nilai persatuan, pengorbanan, dan integritas.

Semangat arek-arek Suroboyo 10 November 1945 menjadi pengingat bahwa bangsa ini berdiri karena keberanian dan persaudaraan, bukan karena kepentingan pribadi.

“Perjuangan belum selesai. Medannya berbeda, tapi semangatnya harus tetap sama. Dari jalan perjuangan dulu, kini kita lanjutkan di jalan pengabdian,” pungkas Ainul Makin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *