MALANG, tretan.news – Belum lama ini Himpunan Pedagang Pasar Besar Malang (Hippama) tengah mensomasi Pemerintah Kota Malang.
Somasi tersebut dikirim Hippama bersama Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Malang pada 28 Agustus 2025, ke Bagian Umum Sekretariat Daerah (Setda) Kota Malang, salah satu somasi berkaitan dengan tuntutan transparansi pengelolaan retribusi.
Dengan adanya somasi tersebut Pemkot Malang siap menghadapi somasi dari Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBH-AP) sekaligus mendukung usulan audit pengelolaan pasar dari Komisi B DPRD Kota Malang.
Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, menekankan bahwa transparansi akan menjadi prinsip utama dalam menjawab tuntutan publik. Hal ini sebagai salah satu bentuk transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
“Ya, gak apa-apa (somasi), kami hadapi. Kami akan berikan datanya. Somasi ini kan hak mereka. Tetapi yang jelas kami akan berikan data melalui bagian hukum,” ucap Wahyu.
Ia menilai rendahnya capaian retribusi tidak dapat diartikan begitu saja dengan adanya indikasi penyimpangan.
Menurutnya, hal itu juga imbas kebijakan pemerintah yang tak ingin membebani pedagang di area pasar yang dinilai sudah tak layak, seperti di Pasar Besar.
“Kasihan juga kalau kondisinya seperti itu, masak tetap ditarik (retribusi). Beda lagi dengan pedagang yang menempati bagian pasar yang masih layak, itu ditarik,” Ucap Wahyu.
Begitu pula, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang juga menyoroti adanya selisih antara target dan potensi pendapatan dari sektor retribusi. Potensi retribusi disebut bisa mencapai Rp16,5 miliar, namun target yang ditetapkan hanya Rp8,5 miliar.
Hal itu juga mendorong adanya usulan audit. Menyikapi usulan audit, Wahyu menegaskan Pemkot siap membukakan catatan retribusi meski sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan.
“Tetapi BPK kan sudah jelas, bahwa dalam rangka pengelolaan pajak dan retribusi, sudah sesuai dengan ketentuan,” tegas Wahyu.
Kondisi Pasar Besar Malang sendiri memang jauh dari ideal. Penerangan yang minim, jalan yang rusak, hingga struktur bangunan yang dinyatakan tidak stabil oleh kajian Teknik Sipil Universitas Brawijaya (UB) menjadi sorotan.
Bahkan peristiwa tembok ambrol di lantai 3 pada Juli 2025 sempat memunculkan desakan percepatan revitalisasi.
Wahyu menambahkan, Pemkot sudah menyiapkan berkas pengajuan revitalisasi PBM ke pemerintah pusat. Namun, langkah itu masih terganjal perbedaan sikap antar kelompok pedagang.
“Hippama menolak rencana pembongkaran total, sementara P3BM justru menyatakan setuju dengan rencana revitalisasi,” pungkas Wahyu.