Ngawi, tretan.news — Puluhan jurnalis dari berbagai media resmi melaporkan dugaan penghalangan kerja jurnalistik ke Polres Ngawi pada Jumat (5/12).
Laporan ini dilayangkan setelah sejumlah wartawan mengalami intimidasi dan pengusiran saat meliput dugaan kasus keracunan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kecamatan Mantingan, Kabupaten Ngawi.
Langkah hukum ini menjadi bentuk sikap kolektif insan pers dalam menjaga kemerdekaan pers sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi.
Kuasa hukum para jurnalis, Wahyu Arif Widodo, menegaskan bahwa tindakan penghalangan peliputan merupakan pelanggaran serius terhadap Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 18 ayat (1) UU Pers.
“Kami datang menjalankan tugas jurnalistik yang sah dan dilindungi undang-undang, tetapi justru diintimidasi dan diusir. Ini bukan sekadar pelanggaran etika, ini dugaan tindak pidana,” ujar Asep, salah satu jurnalis pelapor.
Peristiwa terjadi saat para wartawan meliput dugaan keracunan makanan di salah satu SPPG Bintang, lokasi pelaksanaan program MBG. Alih-alih mendapatkan akses informasi, sejumlah jurnalis justru menghadapi penghadangan, pengusiran, hingga dugaan ancaman oleh oknum di lokasi.
Kuasa hukum menilai tindakan tersebut bukan hanya merugikan para jurnalis sebagai individu, tetapi juga berdampak pada hak publik untuk memperoleh informasi yang akurat dan transparan.
“Tindakan ini tidak hanya melukai jurnalis, tetapi juga mencederai hak publik atas informasi. Solidaritas media dan penegakan hukum menjadi penting,” tegas Wahyu.
Polres Ngawi telah menerima laporan tersebut dan menyatakan bahwa kasus akan ditangani oleh Unit I Reskrim. Proses klarifikasi terhadap para pelapor sudah dimulai sebagai bagian dari penyelidikan awal.
Ketua KJJT Wilayah Ngawi, Siswo Handoyo, menyampaikan kecaman keras terhadap tindakan yang dialami rekan-rekan jurnalis.
“Wartawan bukan hewan yang datang lalu disuguhi ancaman. Mereka menjalankan tugas konstitusional sebagai kontrol sosial dan pilar keempat demokrasi,” tegas Siswo.
Siswo juga menjelaskan bahwa berbagai tindakan yang dialami wartawan di lapangan memenuhi unsur pelanggaran sebagaimana diatur dalam UU Pers, antara lain:
- Melarang peliputan tanpa dasar hukum
- Mengusir wartawan dari area publik
- Merampas alat kerja seperti kamera atau ponsel
- Memaksa menghapus rekaman
- Intimidasi verbal
- Tindakan kekerasan saat liputan
- Menahan wartawan tanpa alasan hukum
Dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers ditegaskan:
“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja menghambat atau menghalangi pelaksanaan tugas jurnalistik dapat dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.”
Insiden ini menjadi peringatan bagi seluruh pihak bahwa kemerdekaan pers bukan sebatas slogan, tetapi hak konstitusional yang wajib dijaga.
Komunitas pers menyerukan solidaritas nasional agar intimidasi terhadap jurnalis tidak semakin marak.
Langkah pelaporan ini diharapkan menjadi pintu masuk penegakan hukum yang tegas serta memperkuat komitmen semua pihak dalam menjamin kebebasan berekspresi dan hak publik atas informasi.








