Preman Berkedok Debt Collector Tantang Hukum: Anggota TNI Jadi Korban, Kodam V/Brawijaya Bertindak Tegas

Penulis : Redho

Berita, Hukum, Investigasi2537 Dilihat

SURABAYA, tretan.news – Aksi premanisme dengan modus penagihan utang kembali mencoreng wajah penegakan hukum di Tanah Air. Kali ini, ulah sekelompok oknum debt collector (DC) menyasar anggota TNI aktif dari Kodim Pasuruan. Insiden tersebut terjadi di kawasan militer Kodam V/Brawijaya, tepatnya di samping Markas Yonif 516 Surabaya, wilayah yang seharusnya menjadi simbol ketertiban dan disiplin militer.

Kejadian bermula saat para pelaku menghadang kendaraan yang dikemudikan oleh prajurit TNI tersebut. Tanpa dokumen sah dari pengadilan, mereka secara paksa merampas mobil sang anggota.

Ironisnya, salah satu dari mereka bahkan mencoba meyakinkan korban dengan menyebut bahwa ia didukung oleh oknum dari Polisi Militer (Pomdam) V/Brawijaya.

Tak tinggal diam, pihak Pomdam segera turun tangan. Beberapa pelaku berhasil diamankan. Dari hasil pemeriksaan awal, terungkap bahwa mereka mencatut nama institusi militer untuk menakut-nakuti korban. Lebih dari itu, mereka juga diduga memeras korban hingga mencapai nilai Rp30 juta.

“Tindakan menghadang, merampas, dan memeras di jalan umum bukan hanya pelanggaran etika, tapi termasuk dalam kategori tindak pidana berat,” ungkap salah satu pejabat Kodam yang enggan disebutkan namanya.

Hukum Tidak Boleh Takluk pada Premanisme

Dalam konteks hukum, aksi semacam ini berpotensi dijerat dengan sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), antara lain:

Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan: Ancaman hukuman hingga sembilan tahun penjara.

Pasal 365 KUHP tentang Perampasan dengan kekerasan: Ancaman hukuman maksimal dua belas tahun penjara.

Pasal 55 KUHP mengenai turut serta atau membekingi tindak pidana, yang memungkinkan hukuman serupa bagi pihak yang membantu atau melindungi pelaku.

Kodam V/Brawijaya pun menegaskan komitmennya untuk memproses hukum siapa pun yang terlibat, termasuk jika ada oknum internal yang terbukti menjadi beking para pelaku.

“Kami tidak akan membiarkan institusi kami dimanfaatkan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Siapa pun yang melanggar akan kami tindak, termasuk jika ada oknum dari Pomdam yang terlibat,” tegas perwira Pomdam dalam pernyataan resminya.

Keadilan untuk Semua, Tanpa Pengecualian

Negara melalui aparatnya harus berdiri tegak di hadapan praktik-praktik premanisme yang berkedok legalitas. Dalam sistem hukum Indonesia, penyitaan kendaraan karena kredit macet hanya bisa dilakukan melalui jalur pengadilan, bukan oleh sekelompok orang yang bertindak di luar hukum.

Kasus ini menjadi sorotan luas setelah video aksi perampasan tersebut viral di media sosial. Publik mendesak agar para pelaku dijerat dengan pidana maksimal dan dibongkar jaringan yang selama ini melindungi mereka.

“Presisi dan keadilan bukan hanya jargon. Ini momentum untuk membuktikan bahwa hukum bekerja untuk semua, tak terkecuali bagi korban dari institusi negara sekalipun,” tulis salah satu warganet dalam kolom komentar yang kini ramai diperbincangkan.

Kasus ini bukan sekadar perkara satu kendaraan atau satu korban, tapi soal pertaruhan wibawa negara dan rasa aman masyarakat. Sudah saatnya aparat hukum menunjukkan ketegasan: tak ada tempat untuk preman berkedok legalitas, siapa pun pelakunya dan sekuat apa pun bekingnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *