PAMEKASAN, Tretan.news – Penolakan masyarakat Desa Tampojung Guwa terhadap kehadiran PKD luar desa, Lukman Hakim, terus berlanjut dan berdampak pada proses penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS) untuk Pemilukada Serentak 2024.
Sejak pengumuman pelulusan PKD, masyarakat telah mengekspresikan penolakan mereka terhadap PKD dari luar Desa melalui berbagai saluran, termasuk surat resmi, audensi, dan secara musyawarah kekeluargaan.
Hari ini, situasi memanas ketika masyarakat Tampojung Guwa secara spontan meninggalkan balai desa tanpa perintah saat Lukman Hakim red. tiba untuk menghadiri rapat pleno penetapan DPS HP. Akibatnya, rapat tersebut tidak dihadiri oleh seorang pun dari masyarakat setempat, Sabtu (3/8/2024).
“Biar mereka bicara sendiri-sendiri tanpa masyarakat Tampojung Guwa karena kami dianggap tidak tau dan tidak bisa apa-apa,” kata salah satu masyarkat yang diundang rapat pleno penetapan DPS HP.
Proses pleno penetapan DPS HP merupakan tahap krusial dalam pemilihan umum, di mana data pemilih diolah sebelum menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT). Penolakan masyarakat ini merupakan langkah tegas yang diambil setelah berbagai upaya sebelumnya, termasuk pengiriman surat resmi dan permohonan lisan untuk meminta agar Lukman Hakim mundur dari posisinya. Namun, Lukman Hakim menolak untuk mundur dengan alasan kepatuhan pada aturan dan adanya dukungan dari pihak tertentu.
“Kejadian ini merupakan bentuk penolakan tegas secara tindakan karena sebelumnya kami sudah menolak secara resmi melalui surat kepada pihak terkait maupun kepada yang bersangkutan dengan cara silaturrahmi menyampaikan secara lisan memohon agar Lukman Hakim (PKD) Desa Tampojung guwa segera memundurkan diri, namun hal ini yang bersangkutan (Lukman Hakim Red) enggan mundur dengan alasan sudah sesuai aturan dan pesanan pihak tertentu,” ujar warga yang enggan disebutkan namanya.
Ahmad Zaini, juru bicara masyarakat Tampojung Guwa, menilai penolakan ini sebagai bentuk protes yang mendalam. Ia menilai bahwa Lukman Hakim seharusnya mempertimbangkan perasaan masyarakat dan tidak hanya fokus pada jabatan yang hanya berlangsung lima bulan. Zaini menambahkan, jika situasi ini terus berlanjut, masyarakat tidak dapat dihindari dari kemungkinan tindakan-tindakan yang tidak terduga.
“Ini merupakan penolakan dalam bentuk tindakan, sehingga yang bersangkutan kalau mempunyai rasa dan perasaan tentunya berfikir dan tidak mementingkan jabatan yang hanya lima bulan ini, mereka seharusnya berfikir secara rasional ibarat orang mau bertamu kerumah seseorang dan tuan rumah tidak mau menerima tamunya bagaimana jika hal ini terjadi pada sampean mas.?,” tutur Ahmad Zaini.
Menurut Zaini, masyarakat Tampojung Guwa sudah sepakat untuk hanya berpartisipasi sebagai pemilih pada hari pencoblosan dan tidak terlibat dalam proses tahapan dan penyelenggaraan pemilu. Ia menegaskan bahwa tindakan ini merupakan hasil kesepakatan kolektif masyarakat, yang menuntut agar hak mereka sebagai pemilih dihormati tanpa harus terlibat dalam proses administrasi pemilu.
“Tindakan penolakan ini merupakan kehendak masyarakat. Mau bagaimana lagi,” tegas Zaini.
“Untuk tahapan berikutnya saya rasa semua masyarakat sudah sepakat untuk Pemilukada serentak 2024 hanya ingin menjadi pemilih dan tidak mau terlibat dalam proses tahapan dan penyelenggaraan Pemilu. Masyarakat Tampojung Guwa hanya ingin memilih pada saat hari pencoblosan,” imbuhnya.