Tretan.News – Ketua Umum Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Laksamana TNI (Purn) Sumardjono, menegaskan bahwa insiden penembakan oleh aparat TNI AL di perairan tenggara Tanjung Jabung, Jambi, pada Sabtu (12/7), merupakan tindakan penegakan hukum terhadap perompak laut, bukan penindakan terhadap nelayan tradisional.
Dua kapal kecil, KM Aqsha dan KM Aqsha 2, dihentikan oleh KRI Sutedi Senoputra (SSA-378) dalam operasi patroli rutin. Kapal-kapal tersebut diduga hendak mencuri muatan batubara dari tongkang TB Karya Pacific 2229.
”Ini bukan tindakan terhadap nelayan, melainkan terhadap pelaku kriminal yang mencoba membajak kapal dan mengancam keselamatan petugas,” kata Sumardjono dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa (15/7).
Ia menjelaskan bahwa dirinya langsung berkoordinasi dengan Panglima Komando Armada RI, Laksamana Madya TNI Dr. Denih Hendrata, untuk memastikan informasi di lapangan.
Menurut laporan TNI AL, kapal-kapal tersebut melakukan manuver berbahaya dan mencoba menabrak kapal perang. Salah satu anak buah kapal (ABK) bahkan mengarahkan senjata api rakitan ke tim Visit, Board, Search, and Seizure (VBSS), yang kemudian membalas dengan tembakan peluru karet. Tiga ABK mengalami luka ringan.
Pemeriksaan lebih lanjut mengungkapkan bahwa keempat ABK positif menggunakan psikotropika jenis sabu dan tidak memiliki dokumen pelayaran resmi.
“Nelayan sejati adalah kekuatan maritim bangsa. Jangan cemari profesi itu dengan tindakan kriminal,” tegas Sumardjono.
Perompakan laut, termasuk pencurian batubara dan penculikan awak kapal, masih menjadi ancaman serius di perairan Indonesia. Data Statista menyebutkan terdapat 26 kasus pembajakan kapal di Indonesia pada 2020, menjadikan kawasan ini sebagai salah satu wilayah rawan bajak laut modern.
Dalam hukum nasional, perompakan laut merupakan tindak pidana berat sebagaimana diatur dalam Pasal 438 hingga 441 KUHP. Selain berdampak ekonomi, kejahatan ini juga mengancam kedaulatan dan keamanan maritim.
HNSI meminta semua pihak untuk tidak menggeneralisasi insiden ini sebagai penindasan terhadap nelayan.
“Masyarakat pesisir harus dilindungi, tapi kriminalitas di laut juga harus diberantas,” ujar Sumardjono.
Pemerintah dan aparat diharapkan terus memperkuat pengawasan serta menciptakan laut yang aman dan adil sebagai ruang hidup bagi nelayan.
(Rokimdakas)