SURABAYA, tretan.news – Kesepakatan politik baru lahir dari jalanan. Setelah sebulan penuh demonstrasi mahasiswa, bentrokan, hingga korban jiwa, pemerintah dan DPR akhirnya menerima tuntutan 17+8 poin.
Aksi yang memuncak di akhir Agustus 2025 berhasil mengubah peta politik nasional. Negara terpaksa mendengar suara rakyat yang menuntut transparansi, keadilan, dan reformasi struktural.
Awalnya mahasiswa menolak kenaikan fasilitas DPR. Namun isu berkembang cepat: kriminalisasi aktivis, keterlibatan militer dalam sipil, dan krisis ekonomi yang mengancam pekerja. Ribuan massa turun ke jalan di Jakarta, Bandung, Surabaya, hingga Makassar.
Kerusuhan 28–31 Agustus menjadi titik kritis. Dua demonstran gugur bersama 8 lainnya, puluhan luka-luka. Sorotan media internasional membuat pemerintah tak bisa menghindar. Jalan dialog pun dibuka.
Wakil DPR RI bertemu perwakilan mahasiswa di ruang Abdul Muis, Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (3/9). Kemudian para perwakilan mahasiswa dari berbagai organisasi berdialog dengan pihak pemerintah di Istana Kepresidenan Jakarta, pada Kamis, 4 September 2025.
Isi Tuntutan
17 poin jangka pendek mencakup penarikan TNI, penghentian kekerasan polisi, investigasi korban, pembekuan fasilitas DPR, serta kebijakan upah layak.
8 poin jangka panjang menuntut reformasi struktural: bersihkan DPR, reformasi partai politik, UU perampasan aset koruptor, perkuat Komnas HAM, hingga evaluasi kebijakan ketenagakerjaan.
Politisi PDIP, Rieke Diah Pitaloka menegaskan dukungan terhadap gerakan mahasiswa dalam podcast Denny Sumargo.
“Ini momentum titik nol. Jangan hanya DPR yang dikoreksi, eksekutif dan yudikatif juga harus berbenah, terutama soal postur anggaran,” ujarnya.
Mahasiswa berjanji terus mengawal implementasi. “Kesepakatan ini bukan kemenangan akhir, tapi awal jalan panjang,” kata Siti Rahmah, aktivis mahasiswa.
Pengamat menilai konsistensi pemerintah akan menentukan arah demokrasi. Jika gagal, kepercayaan publik bisa runtuh lebih dalam.
Rokimdakas
Penulis Surabaya
6 September 2025