Nunung’ Lembah Setyowati, “Van Gogh dari Indonesia”, Menyulap Bunga Jadi Bahasa Kehidupan

Berita, Budaya, Sosial, Tokoh134 Dilihat

SURABAYA, tretan.news – Di ruang tamu rumahnya di Jalan Taman Putro Agung, Surabaya, seorang perempuan modis menekuni kanvas besar. Pisau palet di tangannya menari, menorehkan cat akrilik berwarna kuning, hijau, biru, hingga merah. Dari goresan spontan itu lahirlah bunga-bunga penuh energi yang seolah hidup.

Dialah Lembah Setyowati, akrab disapa Mbak Nunung, sosok yang dijuluki publik seni sebagai “Van Gogh dari Indonesia.

‎Ketika mendengar namanya kerap dikaitkan dengan Vincent van Gogh, Mbak Nunung tersenyum. “Saya tidak tahu siapa Van Gogh, tapi lukisan beliau tentang bunga matahari sangat menjiwai saya,” tuturnya.

‎Inspirasi itu membawanya ke pengalaman tak terduga. Pada 2003, ia menggelar pameran tunggal di Amsterdam, Belanda. Karena gaya melukisnya dianggap mirip Van Gogh, ia diundang untuk melanjutkan pameran di Cultureel Centrum Van Gogh, Zundert, kota kelahiran sang maestro.

“Di sana, lukisan saya bertema bunga matahari banyak dibeli orang Belanda,” kenangnya bangga.

Kehidupan Mbak Nunung seperti aliran sungai yang terus bergerak. Ia pernah meniti karier sebagai peragawati, mengajar di sekolah kepribadian John Robert Power, hingga menjadi anggota DPRD Surabaya dari Partai Golkar. Namun, panggilan jiwanya kembali membawanya ke seni rupa.

‎Kecintaannya pada lukisan tumbuh sejak 1980-an, dipengaruhi sang ayah, Soewarno Harso, serta mertuanya, Wiwiek Hidayat, pelukis ternama Surabaya. Tanpa kuliah seni, ia belajar secara otodidak. Ketekunan itu membuatnya menghasilkan lebih dari seribu karya sepanjang perjalanan kariernya.

Aliran yang ia tekuni adalah ekspresionisme, yang menekankan luapan spontan emosi. Dengan pisau palet, ia menorehkan cat akrilik tebal yang menimbulkan tekstur timbul. Teknik ini menghadirkan sensasi nyata—seolah bunga di kanvas bisa disentuh.

IKON BUNGA MATAHARI

‎Karya-karyanya memikat karena lebih dari sekadar indah. Setiap helai kelopak dan daun menyimpan energi emosional. Bunga matahari, objek favoritnya, tak hanya menjadi tema visual, tetapi juga simbol kehidupan yang teguh dan selalu menghadap cahaya.

“Saya selalu tertarik melukis bunga matahari. Karena bunga ini mengandung nilai kehidupan,” katanya.

Dulu, rumahnya pernah disulap menjadi galeri seni bernama Anggun Cipta Galeri. Namun kesibukannya di DPRD membuat ruang itu berhenti aktif. Kini, rumah tersebut bertransformasi menjadi kafe Omah Lawas.

Suasananya hangat, dihiasi lukisan-lukisan karyanya yang memenuhi dinding, memberi nuansa artistik bagi siapa saja yang singgah.

Pengunjung tidak hanya menikmati kopi dan makanan, tetapi juga larut dalam atmosfer seni. Lukisan bunga dengan warna-warna berani menghadirkan pengalaman visual yang khas dan penuh makna.

Lukisan Mbak Nunung memiliki daya tarik kuat yang membuatnya berbeda. Tekstur timbul memberi kedalaman, sementara warna-warna kontras menghadirkan drama khas ekspresionisme. Namun di balik itu, selalu ada kehangatan.

Bunga yang ia lukis bukan sekadar objek estetis, tetapi narasi kehidupan: kegembiraan, kesedihan, harapan, hingga kekuatan bertahan. Bunga matahari misalnya, selalu ia jadikan lambang semangat hidup. Tak heran jika karya-karyanya mudah diterima, baik di dalam negeri maupun mancanegara.

‎Kehidupan Lembah Setyowati menunjukkan bahwa perjalanan manusia bisa berliku namun bermuara pada panggilan sejati. Dari dunia model, pengajar, politisi, hingga pelukis yang karyanya dipamerkan di luar negeri, ia membuktikan bahwa konsistensi dan ketekunan dapat membuka jalan menuju pengakuan.

‎Seperti sungai yang tak pernah berhenti mengalir, kiprahnya terus meninggalkan jejak inspiratif bagi dunia seni rupa Indonesia. Baginya, melukis bukan sekadar hobi atau profesi, melainkan bahasa jiwa.

‎Melalui bunga, ia berbicara tentang kehidupan, dan dari kanvasnya, orang lain belajar untuk tidak berhenti mencari cahaya.

Rokimdakas
‎Penulis Surabaya
‎6 September 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *