LBH Ansor Soroti Kejanggalan Kasus Kematian Siswa SMK, Minta Ayah Teman Korban Juga Jadi Tersangka

Penulis : H. Syaiful

GRESIK, tretan.news – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Jawa Timur menyoroti sejumlah kejanggalan dalam proses rekonstruksi kasus kematian M. Alfan.

Siswa SMK di Mojosari di desa Kedungmungal, Pungging, Mojokerto itu ditemukan meninggal dunia di Sungai Porong pada 5 Mei 2025.

Dalam proses tersebut, LBH Ansor menilai peran kunci justru dimainkan oleh Khoiril alias Penceng, ayah dari Rifky (teman korban, Red), bukan Rio yang saat ini ditetapkan sebagai tersangka utama.

“Kami melihat secara jelas dalam rekonstruksi tadi bahwa Khoiril sangat dominan dalam pengejaran terhadap korban. Bahkan, jauh lebih aktif dibandingkan Rio. Maka sangat janggal bila hanya Rio yang dijadikan tersangka,” tegas Muhammad Syahid, kuasa hukum dari LBH Ansor Jatim, Selasa (29/7/2025).

Syahid menjelaskan, dalam rekonstruksi terungkap bahwa proses pengejaran terhadap Alfan dan Samsul terjadi sesaat setelah keduanya keluar dari rumah Khoiril.

Khoiril diketahui langsung mengejar korban, sementara Rio baru menyusul di belakang.

“Peran inisiatif dan dominasi pengejaran ada pada Khoiril, bukan Rio. Bahkan sampai ke area tanaman jagung tempat terakhir Alfan terlihat,” kata Syahid.

Selain itu, terdapat kejanggalan mengenai posisi sepatu Alfan yang ditemukan dalam kondisi tertata rapi, tanpa kaos kaki.

“Kalau dalam situasi terkejar, mustahil sepatu dilepas rapi. Ini menimbulkan pertanyaan besar soal kronologi sebenarnya,” tambahnya.

Dalam penelusuran lebih lanjut, LBH Ansor menemukan kontradiksi pernyataan antara Rio dan Khoiril terkait waktu kejadian. Khoiril menyebut kejadian terjadi sekitar pukul 11.30 WIB, sedangkan Rio menyatakan bahwa ia pulang dan langsung melaksanakan salat Ashar, sekitar pukul 15.00 WIB. Perbedaan waktu itu dinilai krusial untuk mengungkap urutan kejadian yang sebenarnya.

“Kami menduga ada upaya memanipulasi waktu. Padahal, dari lokasi pengejaran hingga rumah Khoiril itu hanya butuh beberapa menit saja,” jelas Syahid.

LBH Ansor juga menolak asumsi polisi yang menyatakan Alfan melompat ke sungai. Berdasarkan rekonstruksi dan keterangan saksi, hanya Samsul yang secara eksplisit mengaku melompat.

Sementara Alfan justru terlihat berlari ke arah tanaman jagung dan sempat dikejar oleh Khoiril.

“Kalau benar dia melompat ke sungai, mestinya terdengar suara atau ada saksi melihat langsung. Sungai itu dalam dan cukup dekat dari lokasi sepatu ditemukan. Tapi tidak ada yang mendengar atau melihat,” katanya.

Atas fakta-fakta dalam rekonstruksi ini, LBH Ansor mendesak kepolisian Mojokerto agar meninjau kembali status tersangka.

Mereka menilai Khoiril harus dijerat hukum, setidaknya dengan pasal pengancaman atau turut serta dalam tindak kekerasan, bahkan bisa mengarah ke Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.

“Penyidik harus berani progresif. Jangan hanya berhenti pada Rio. Kejanggalan ini harus diselidiki lebih dalam dan pasal-pasal tambahan mesti diterapkan,” tegas Syahid.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Mojokerto AKP Fauzy Pratama memilih bungkam usai rekonstruksi. Saat diminta wawancara oleh wartawan terkait hasil kegiatan tersebut,

AKP Fauzy justru mengalihkan dengan mengajak wartawan berjalan ke arah tanggul, tanpa memberi keterangan substansi rekonstruksi. Ia kemudian meninggalkan lokasi tanpa memberikan penjelasan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *