SURABAYA, tretan.news – Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Laskar Tretan Perjuangan (LTP) Surabaya, Ainul Makin, menyampaikan ucapan selamat Hari Bhayangkara ke-79 kepada seluruh jajaran Kepolisian Republik Indonesia, Selasa (1 Juli 2025).
Namun, lebih dari sekadar seremoni tahunan, ia mendorong agar momen ini menjadi refleksi serius atas peran dan relasi antara aparat keamanan dan masyarakat sipil dalam membangun kota yang aman, adil, dan setara.
Ainul menegaskan bahwa keamanan tidak bisa semata dimonopoli oleh aparat, apalagi jika praktik pengamanannya masih menempatkan warga, terutama kelompok marginal sebagai objek yang rentan dicurigai dan direpresi.
Menurutnya, pendekatan humanis dan penghormatan pada hak asasi manusia harus menjadi fondasi Polri jika ingin menjaga legitimasi dan kepercayaan publik.
“Atas nama keluarga besar Laskar Tretan Perjuangan, kami mengucapkan Selamat Hari Bhayangkara. Tapi lebih penting dari itu, kami mendorong Polri untuk semakin profesional, presisi, dan benar-benar berpihak pada rakyat,” kata Ainul.
“Kami percaya, keamanan yang berkelanjutan hanya akan lahir dari pelayanan yang adil, terbuka, dan tidak diskriminatif.” tandasnya.
Ainul mengingatkan bahwa pasca-pandemi, Surabaya menghadapi dinamika sosial baru mulai dari urbanisasi, ketimpangan digital, hingga meningkatnya intoleransi di ruang publik.
Situasi ini, katanya, menuntut aparat tidak hanya hadir dalam bentuk kekuatan koersif, tetapi juga sebagai fasilitator dialog dan penjaga ruang hidup bersama.
Karena itu, LTP mengajak seluruh elemen masyarakat dan aparat keamanan untuk membangun sistem pengamanan partisipatif dengan mengedepankan informasi dini, pendidikan hukum berbasis komunitas, serta pembentukan forum musyawarah warga.
“Kami siap menjadi mitra kritis sekaligus konstruktif,” ujar Ainul.
“Tapi itu hanya mungkin jika kepolisian membuka ruang untuk mendengar suara akar rumput. Tanpa itu, demokrasi lokal dan rasa aman tidak akan tumbuh sehat.” jelasnya.
Ia juga menyoroti inisiatif-inisiatif seperti layanan digital Polri, program Polisi RW, serta pelibatan tokoh masyarakat sebagai langkah positif, selama tidak digunakan sebagai alat kontrol sepihak.
Menurutnya, program semacam itu hanya akan berdampak jika dirancang dan dijalankan bersama warga, terutama mereka yang selama ini terpinggirkan.
Sebagai ormas berbasis warga Madura di Surabaya, LTP pun berkomitmen untuk turut ambil bagian dalam membangun ekosistem keamanan sipil. Salah satunya melalui program “Literasi Hukum & Keamanan Komunitas” yang akan dilaksanakan bersama kepolisian sektor setempat.
Program ini dirancang untuk membekali relawan dengan kemampuan memetakan kerawanan kampung, menangani kasus kekerasan, serta memfasilitasi mediasi tanpa kekerasan.
“Hari Bhayangkara bukan hanya soal tradisi seremonial,” tegas Ainul.
“Ini seharusnya jadi titik tekan bahwa perlindungan adalah hak warga, bukan hadiah. Polisi harus berubah, masyarakat harus terlibat, dan keadilan harus dirasakan secara merata, bukan hanya diklaim.” pungkasnya.
Ucapan Ainul ditutup dengan seruan agar Polri benar-benar memperkuat reformasi institusional yang menjamin transparansi dan akuntabilitas, sembari membuka ruang kemitraan dengan komunitas sipil. Sebab, menurutnya, Indonesia Emas 2045 hanya mungkin dicapai jika keamanan dibangun dengan kepercayaan, bukan ketakutan.