Gen Z dan Politik Rimpang: Alarm Keras bagi Penguasa

SURABAYA, tretan.news – Agustus 2025 tercatat sebagai momen yang tak akan lekang dalam sejarah demokrasi Indonesia. Generasi Z, yang sebelumnya dianggap apatis, bangkit dalam gelombang besar demonstrasi lintas kota. Peristiwa itu kemudian dikenal sebagai Amuk Massa Nasional.

Aksi ini menjadi bukti bahwa anak muda bukan lagi sekadar penonton di ruang digital, melainkan motor perubahan nyata di jalanan.

‎Hanya berselang beberapa pekan, Nepal dilanda protes yang lebih brutal. Inspirasi mereka datang sebagian dari Indonesia. Generasi Z di Kathmandu turun ke jalan dengan amarah yang lebih besar, menghadapi represi aparat dengan keberanian yang mengorbankan nyawa.

Dua puluh orang tewas, ratusan terluka, dan perdana menteri lengser.

‎Rangkaian peristiwa ini tidak bisa dipandang sebagai kebetulan. Riset yang dilakukan oleh Amalinda Savirani (UGM), Diatyka Widya Permata Yasih (UI), dan Inaya Rakhmani (UI) menunjukkan bahwa generasi kelahiran pasca-1998 bergerak dengan pola rizomatik atau “rimpang”.

Seperti jahe dan lengkuas, mereka menjalar di bawah tanah, bercabang banyak, dan sulit dipatahkan.

Gerakan rimpang tidak punya pemimpin tunggal. Ia bersifat cair, adaptif, dan terhubung lewat media sosial. Setiap isu bisa menjadi pemicu.

Kematian siswa akibat peluru aparat, intimidasi polisi pada musisi punk atau kekecewaan pada UU yang dirasa merugikan. Dari simpul-simpul kecil inilah lahir gelombang besar yang sulit diprediksi.

Pelaksana negara di Indonesia, apakah eksekutif, legislatif maupun yudikatif, harus memahami realitas baru ini. Jangan lagi menganggap generasi muda bisa dibungkam dengan represi.

Semakin ditekan, gerakan mereka semakin menjalar. Semakin diabaikan, simpul-simpul baru bermunculan.

Nepal menjadi contoh nyata, sensor media sosial dan tembakan peluru tidak menghentikan protes, justru mempercepat keruntuhan legitimasi. Peluru yang diarahkan pada rakyat selalu kembali mengenai dada penguasa.

Alarm zaman sudah berbunyi. Generasi Z adalah penyambung lidah rakyat. Mereka membawa keresahan petani, buruh, nelayan, hingga mahasiswa. Mereka menolak warisan krisis tanpa perubahan.

Bagi penguasa, pilihan kini sederhana: mendengar atau digilas sejarah.

Rokimdakas
‎Penulis Surabaya
‎September 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *