BANGKALAN, tretan.news — Sejumlah pekerja Program Makanan Bergizi (MBG) di Dapur Desa Alas Kembang menyampaikan keluhan terkait upah yang mereka terima. Mereka menilai pembayaran gaji dari pihak pengelola Satuan Pemenuhan Gizi (SPPG) diduga belum sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Bangkalan 2025, yakni Rp 2.397.550 per bulan, sebagaimana telah ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Salah satu pekerja yang enggan disebut namanya mengaku bahwa upah yang diterima masih berada di bawah standar tersebut.
“Kami menerima gaji jauh di bawah UMK. Selain itu, ada keterlambatan pembayaran pada minggu pertama,” ujarnya.
Menurut regulasi yang berlaku, yakni UU Cipta Kerja dan PP No. 36 Tahun 2021, pengusaha diwajibkan membayar upah paling sedikit sebesar upah minimum di wilayah masing-masing.
Upaya konfirmasi kepada pengelola MBG berinisial S belum membuahkan hasil. Nomor telepon yang dihubungi tidak mendapat respons.
Namun, salah satu perwakilan dari yayasan pengelola, HRS, memberikan keterangan kepada awak media pada Kamis (20/11/2025). Ia menyebut bahwa pembayaran telah dilakukan sesuai perjanjian awal.
“Benar, saat kontrak kerja disepakati, nominalnya Rp 100.000 per hari. Mekanismenya sudah dijelaskan kepada pekerja,” kata HRS.
Beberapa jam kemudian, seorang mediator yang mengaku sebagai adik dari S, yakni RSD, memberikan klarifikasi tambahan.
“Gaji diberikan sesuai kesepakatan. Untuk sementara waktu memang diberi Rp 50.000 per hari selama dua minggu, dan pada minggu ketiga dibayar Rp 100.000 per hari,” jelas RSD.
Keterangan tersebut kembali dibantah oleh pekerja di dapur MBG.
“Kami digaji Rp 50.000 per hari. Setelah satu minggu, kami tidak digaji dan baru dibayar pada minggu kedua. Sedangkan satu minggu sebelumnya belum diberikan. Tidak sesuai dengan kesepakatan awal sebesar Rp 100.000 per hari,” ungkap salah satu pekerja.
Menanggapi perbedaan informasi tersebut, LSM Forum Aspirasi dan Advokasi Masyarakat (FAAM) menyatakan akan mengawal persoalan ini secara persuasif maupun melalui jalur hukum apabila diperlukan.
Mereka menilai pentingnya transparansi dan kepatuhan terhadap regulasi ketenagakerjaan untuk memastikan hak pekerja dipenuhi sebagaimana mestinya.







