Dugaan Pungli di Dindik Kabupaten Malang, Wali Murid Resah dengan Penjualan Buku LKS

Penulis : Sujar

Berita, Hukum, Investigasi146 Dilihat

MALANG, tretan.news – Kabar tak sedap berhembus di Lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Malang terkait dugaan praktik Pungutan Liar (Pungli) dengan modus menjual buku Lembar Kerja Siswa (LKS).

Kabar tersebut mencuat setelah adanya intruksi dari Dindik Kabupaten Malang, agar para siswa membeli buku LKS terbitan Erlangga.

Intruksi itu membuat para wali murid ditingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) resah, dan mereka mempertanyakan penjualan buku Lembar Kerja Siswa (LKS) tersebut.

Terlebih, berdasarkan peraturan Perundang-undangan, Dindik seharusnya menyediakan buku pelajaran dan bahan ajar lainnya secara gratis atau dengan harga yang terjangkau bagi siswa.

“Jadi, penjualan buku LKS oleh Dinas Pendidikan dapat dianggap sebagai pungutan liar (pungli), yang dilarang oleh peraturan Perundang-undangan,” ucap salah satu wali murid SDN di wilayah Kecamatan Kepanjen yang minta namanya di rahasiakan, saat ditemui awak media, Rabu (7/8/2025).

Ia menjelaskan, Dindik seharusnya memastikan bahwa semua siswa memiliki akses yang sama terhadap bahan ajar yang dibutuhkan, tanpa membebani mereka dengan biaya yang tidak wajar. Sedangkan penjualan buku PKS diatur dalam beberapa peraturan menteri dan Undang-Undang (UU).

“Padahal, jika mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 2 Tahun 2008 tentang Buku, pada pasal 11, sekolah dilarang menjadi distributor atau pengecer buku kepada peserta didik,” jelasnya.

Selain itu, lanjutnya, pada pasal 63 ayat (1) UU Sistem Perbukuan juga melarang penerbit menjual buku teks pendamping secara langsung ke satuan pendidikan.

“Disitu sudah jelas, ada beberapa poin penting terkait penjualan buku LKS, seperti adanya larangan penjualan buku di sekolah,” terangnya.

Sedangkan, Ia menegaskan, jika di Pasal 64 ayat (1) UU Sistem Perbukuan disebutkan bahwa penjualan buku teks pendamping dan buku nonteks dilakukan melalui toko buku dan atau sarana lain.

“Di pasal itu (Pasal 64 ayat 1) sudah jelas, tempat penjualan buku LKS yang diizinkan itu harus melalui toko buku atau sarana lain yang tidak berada di lingkungan sekolah, dan jika dilanggar, maka akan dikenakan sanksi administratif, seperti peringatan tertulis atau pencabutan izin usaha,” ulasnya.

“Sedangkan untuk pelaku usaha yang melakukan praktik penjualan buku LKS secara ilegal juga dapat dikenai sanksi pidana,” tambahnya.

Untuk itu, dirinya meminta kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang untuk serius melakukan pengawasan terhadap Dindik Kabupaten Malang, karena Dindik bertanggung jawab untuk mengawasi dan menegakkan aturan guna memastikan bahwa hak-hak siswa terpenuhi dan tidak ada praktik punliyang merugikan siswa dan wali murid, dan dalam konteks yang lebih luas, peraturan-peraturan itu bertujuan untuk melindungi siswa dan orang tua.

“Tapi, Dindik Kabupaten Malang malah menginiasi penjualan buku LKS melalui Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), yang saat itu digelar seminar yang bertajuk Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial (KKA), di salah satu hotel berbintang di wilayah Kota Malang, pada bulan lalu, itu sudah tidak benar,” tegasnya.

Perlu diketahui, dalam acara seminar tersebut menghadirkan 685 Kepala Sekolah (Kasek), terdiri dari 363 Kasek SMP Negeri dan swasta, serta 322 Kasek SD Negeri.

Sedangkan buku LKS tersebut diterbitkan Penerbit Erlangga, yang dikenal sebagai penerbit buku sekolah, menjadi penyedia materi sekaligus pelaksana seminar tersebut.

Dan di tengah-tengah seminar itu, muncul aktivitas yang mengundang tanya para Kasek, yang mana diminta untuk mengisi daftar pesanan buku bertema KKA.

Para sales dari Penerbit Erlangga berkeliling mendatangi meja peserta untuk mendata pemesanan buku berjudul Explore Koding dan Kecerdasan Artifisial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *