Anak-anak Belajar Wayang di Punden: Merawat Budaya dan Mengelola Lingkungan

‎SURABAYA, tretan.news – Di tengah derasnya gempuran hiburan modern, anak-anak di Kedamean, Gresik, mendapat pengalaman langka: belajar membuat wayang dan menonton pertunjukan wayang kulit secara langsung.

‎Program unik ini digagas Tim Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) Seni Budaya Universitas Negeri Surabaya (Unesa) bersama Komunitas ASRI. Bertempat di Punden Sentono, Minggu (24/8/2025), kegiatan ini mengajak anak-anak usia 4–10 tahun merasakan keakraban dengan seni tradisi sekaligus belajar peduli lingkungan.



WAYANG KARDUS

‎Alih-alih hanya menonton, anak-anak diajak membuat wayang dari limbah kardus dan plastik. Wajah mereka tampak antusias saat gunting dan spidol di tangan berubah menjadi tokoh-tokoh kecil berwarna-warni.

‎“Selain mengenalkan budaya, kami ingin anak-anak belajar bahwa sampah bisa diolah menjadi karya seni,” ujar Wening Hesti Nawa Ruci, Ketua Tim PkM Unesa.

‎Puncak acara adalah pementasan wayang oleh dalang Ki Joe (Jotefan) dari Komunitas ASRI. Tak ada gamelan besar, hanya musik pengiring sederhana yang sudah disesuaikan dengan alur cerita. Yang membuat pertunjukan ini istimewa, wayang-wayangan buatan anak-anak ikut dimainkan di panggung.

‎“Banyak anak belum pernah melihat wayang secara langsung. Ini bisa jadi awal kebangkitan seni tradisi di tingkat lokal,” kata Ketua Komunitas ASRI, Nafisah Fajar.

Lokasi acara pun tak kalah bermakna. Punden Sentono dipilih bukan tanpa alasan. Dalam budaya Jawa, punden adalah tempat suci yang berkaitan dengan leluhur atau cikal bakal desa.

‎“Dengan menjadikan punden sebagai ruang seni, anak-anak bisa belajar bahwa punden bukan hanya tempat angker, tapi bagian dari budaya yang layak dihormati,” jelas Ki Joe.

‎Kegiatan ini menyatukan dua warisan penting: wayang kulit sebagai mahakarya budaya bangsa dan punden sebagai simbol akar spiritual masyarakat Jawa. Dari sini, anak-anak bukan hanya mendapat hiburan tetapi juga warisan nilai. Yaitu tentang kebersamaan, kebijaksanaan dan penghormatan pada leluhur.

‎Jika ditanamkan sejak dini, kecintaan pada budaya akan tumbuh bersama mereka menjadi benteng identitas di tengah arus modernisasi.

Rokimdakas
‎24 Agustus 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *