Saat Marwah Pesantren Tercoreng, Madas Serumpun DPC Bangkalan Bergerak

BANGKALAN, tretan.news — Seusai kegiatan silaturahmi Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Madas Kabupaten Bangkalan di Rumah Makan Bebek Rizky II, jajaran pengurus tidak langsung membubarkan diri.

Para anggota Madas melanjutkan diskusi internal mengenai berkembangnya isu dugaan pencabulan di lingkungan salah satu pondok pesantren di Bangkalan.

Wakil Ketua II Madas DPC Bangkalan, Nasiruddin, mengajak seluruh pengurus untuk ikut mengawal proses penanganan perkara tersebut, mulai tahap penyidikan hingga putusan berkekuatan hukum tetap.

“Apapun alasannya, kasus seperti ini sangat mencederai marwah pesantren, bukan hanya di Kabupaten Bangkalan tetapi Jawa Timur pada umumnya.

Dari tahun ke tahun kasus pencabulan terhadap santri masih terus terjadi, dan kami berharap ini yang terakhir,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa Madas Bangkalan memberikan perhatian khusus kepada aparat penegak hukum, mulai dari Polda Jawa Timur, Kejaksaan Negeri Bangkalan, hingga Pengadilan Negeri Bangkalan.

“Kami meminta aparat penegak hukum memproses perkara ini secara adil dan berkeadilan. Madas Bangkalan akan terus melakukan pengawalan dari tahap penyidikan di Polda Jawa Timur sampai putusan di Pengadilan Negeri Bangkalan,” tambah Nasiruddin.

Ia juga mengingatkan agar tidak ada pihak yang mencoba melakukan intervensi dalam penanganan kasus tersebut.

“Sekali lagi kami ingatkan, jangan sampai ada permainan dengan pihak manapun. Kasus ini bukan hanya berdampak pada korban dan keluarganya, tetapi juga mencoreng nama baik pesantren,” tegasnya.

Nasiruddin menambahkan, kejadian seperti ini tidak boleh menjadi preseden bagi oknum siapa pun yang ingin menikahi santri tanpa dasar hukum yang sah.

“Semua harus memiliki legal standing yang jelas, baik berdasarkan hukum agama maupun hukum administrasi negara,” katanya.

Secara terpisah, Nur Hidayah, Ketua Divisi Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Madas Bangkalan, mengecam keras adanya dugaan kekerasan seksual di lingkungan pesantren, terlebih karena melibatkan oknum kiai.

“Kasus seperti ini tidak hanya merusak citra institusi keagamaan, tetapi juga melanggar hak asasi manusia dan nilai-nilai kemanusiaan,” ungkapnya.

Nur Hidayah menjelaskan bahwa pihaknya selama ini aktif menyuarakan isu kekerasan seksual dan melakukan edukasi serta pendampingan terhadap korban.

Namun demikian, ia menilai masih banyak kasus yang terjadi, terutama di lingkungan lembaga pendidikan keagamaan.

“Masih banyak kekerasan seksual yang terjadi, terutama di pesantren dan institusi keagamaan. Karena itu, perlu tindakan tegas dan serius. Kehadiran pemerintah daerah, mulai dari bupati hingga kepolisian, sangat dibutuhkan,” ujarnya.

Ia menegaskan pentingnya dukungan bagi korban agar berani melapor dan mendapatkan keadilan.

“Tindakan asusila bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga melanggar hak asasi manusia. Kita harus terus mengecam dan melawan tindakan ini, serta mendukung para korban untuk berbicara dan mencari keadilan,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *