Dari Dapur Umum ke Panggung Sejarah: Semangat Mbok Dar Mortir Hidup di Parade Surabaya Juang 2025

Berita, Budaya, Sosial65 Dilihat

SURABAYA, tretan.news – ‎Surabaya siang itu berdenyut dengan semangat yang sama seperti 80 tahun silam. Ribuan warga memenuhi rute dari Tugu Pahlawan hingga Balai Pemuda untuk menyaksikan Parade Surabaya Juang 2025 bertema “Surabaya Epic”.

Bukan sekadar peringatan, parade ini adalah perayaan keberanian rakyat biasa yang menjadi nadi perjuangan kemerdekaan.

‎Sutradara Heri Prasetyo (Heri Lento) menyebut, konsep tahun ini lebih menekankan sisi humanis perjuangan.

“Perang bukan hanya soal peluru dan bom, tapi juga tentang keberanian rakyat kecil yang bertahan demi negeri,” katanya.

‎Tiga titik utama menjadi episentrum teatrikal: Tugu Pahlawan menggambarkan dapur perang, Siola menampilkan heroisme pemuda Genteng Kali, dan Balai Pemuda menutup kisah dengan tragedi Sugiarto, pemain bola yang meninggalkan lapangan demi Republik.



‎Namun satu figur mencuri perhatian: Mbok Dar Mortir, perempuan rakyat jelata penjaga dapur umum yang menjadi simbol keteguhan dan pengorbanan.

‎Semangatnya dihadirkan kembali lewat aksi Tim Line Dance PWI Jatim dan Parfi Jatim yang memerankan dapur umum. Dengan kebaya klasik dan daun pisang, mereka membagikan singkong dan pisang kukus kepada penonton— sebuah simbol kasih dan keberanian perempuan masa perjuangan.

‎Menurut Ita Siti Nas’yiah, koordinator tim, aksi ini adalah bentuk penghormatan terhadap para ibu bangsa.

“Kami ingin menunjukkan bahwa perjuangan juga lahir dari dapur, bukan hanya dari medan tempur,” ujarnya.

‎Wira Lina, pemeran Mbok Dar, tampil penuh penghayatan. “Mbok Dar mengajarkan kita arti cinta tanah air yang sederhana tapi sejati,” katanya.

Parade ini melibatkan lebih dari 3.500 peserta, termasuk TNI-Polri, pelajar, TRIP, dan komunitas sejarah. Wali Kota Eri Cahyadi dan Rini Indriyani juga turut berperan sebagai tokoh sejarah, menjadikan acara ini kolaborasi besar lintas generasi.

‎Parade Surabaya Juang bukan sekadar nostalgia, tapi pengingat bahwa kemerdekaan juga lahir dari tangan-tangan ibu yang memasak dengan doa. Di balik kepulan asap dapur, sejarah bangsa ini terus disusun dengan cinta.

Rokimdakas
Penulis Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *