SAMPANG, Tretan.News — Suasana di sekitar Gedung DPRD Kabupaten Sampang pada Selasa (28/10/2025) berubah tegang. Aksi demonstrasi yang digelar Forum Aktivis Madura (F.A.M) bersama Aliansi Masyarakat Desa Bersatu, yang semula bertujuan menyuarakan aspirasi rakyat, justru berujung kericuhan dan tindakan anarkis.
Bentrok antara massa dan aparat tidak dapat dihindari setelah sejumlah peserta aksi mulai melakukan pelemparan dan pengrusakan fasilitas umum di kawasan Alun-alun Trunojoyo.
Beberapa pot tanaman hancur, pagar pembatas roboh, dan area taman kota penuh dengan serpihan kaca serta sisa ban terbakar.
Dampak terburuk justru dirasakan oleh para pedagang kecil yang berjualan di sekitar lokasi. Mereka kehilangan waktu berdagang dan mengalami kerugian akibat situasi tak terkendali itu.
“Saya sampai gemetar, Pak. Baru buka jualan nasi, tiba-tiba massa datang ramai, teriak-teriak, terus polisi nembak gas air mata. Semua lari. Rombong saya hampir kebalik,” ujar Fatimah, pedagang asal Desa Mambulu, dengan suara bergetar.
Bersama suaminya, Mukoddas, Fatimah mengaku tidak hanya kehilangan omzet, tetapi juga trauma karena harus menyelamatkan diri di tengah kekacauan.

“Saya cuma cari rezeki halal, bukan mau nonton kerusuhan,” tambahnya lirih.
Sementara itu, Basir, penjual minuman dingin, juga menuturkan hal senada. Ia memilih menyingkir setelah melihat massa mulai memukul-mukul pagar kantor dewan.
“Sudah nggak bisa dibilang demo, tapi perusakan. Kami semua takut,” ucapnya.
Kekacauan ini pun menuai kecaman keras dari warga sekitar. Salah satunya, Wi, warga Kelurahan Gunung Sekar, yang menyebut aksi tersebut merusak citra Sampang sebagai kota damai.
“Mereka datang bukan untuk menyampaikan pendapat, tapi menghancurkan fasilitas yang dibangun dari uang rakyat. Ini bukan perjuangan, tapi tindakan tak bermoral,” katanya geram.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, massa aksi dipimpin oleh enam koordinator lapangan dan diikuti oleh lebih dari seribu orang.
Sumber internal menyebut, gelombang massa besar itu tidak muncul begitu saja diduga ada pihak tertentu yang memobilisasi peserta dengan kepentingan politik menjelang masa akhir pemerintahan Bupati H. Slamet Junaidi.







