Jejak Pena Bang Jali: Cahaya Jurnalisme yang Telah Kembali ke Pangkuan Ilahi

Penulis : M. Umar

Artikel, Berita, Tokoh94 Dilihat

BANGKALAN, tretan.news – Dunia jurnalisme Bangkalan kembali berduka. Seorang wartawan senior, pelaut sejati, dan aktivis yang penuh dedikasi, Mohamad Jali A.J, telah berpulang ke rahmatullah pada Sabtu, 12 Juli 2025, dalam usia 60 tahun.

Ia menghembuskan napas terakhir setelah berjuang melawan sakit yang dideritanya, meninggalkan jejak panjang dalam dunia pemberitaan yang tidak akan pernah pudar oleh waktu.

Di kalangan jurnalis, almarhum lebih dikenal dengan sapaan akrab: Bang Jali. Sosok yang tenang, tidak banyak bicara, namun setiap tulisannya bernas dan menggugah. Sebuah kepribadian langka di tengah hiruk-pikuk media modern.

Meski dikenal sebagai wartawan dan terakhir menjabat sebagai Kepala Biro Bangkalan media Suluhnusantara, tidak banyak yang tahu bahwa di balik sosok bersahaja itu tersembunyi riwayat sebagai seorang pelaut tangguh, sekaligus aktivis sosial yang senantiasa memperjuangkan suara-suara yang tak terdengar.

Kepergian Bang Jali meninggalkan lubang besar di hati rekan-rekan sejawat. Tak hanya karena kedekatan emosional, tapi juga karena kehilangan sumber inspirasi. Ia bukan hanya menulis berita, melainkan menuangkan nurani.

Ia bukan sekadar mencari fakta, tetapi menyusun kepedulian dalam bentuk kalimat yang menggugah. Ia tidak mengejar sensasi, melainkan mengajak pembaca memahami realitas.

“Kami kehilangan sosok jurnalis yang berdedikasi, teguh pada prinsip, dan selalu menulis dengan hati. Karya-karyanya tentu akan selalu menjadi inspirasi,” ujar Ruslan, salah satu rekan sejawatnya.

Pimpinan Redaksi Media tretan.news, M. Umar, juga menyampaikan duka mendalam. Ia mengaku sangat terkejut saat mendengar kabar wafatnya Bang Jali. Baginya, Bang Jali adalah pribadi yang bersih dari konflik dan setia dalam kerja.

“Saya kaget dan merasa sangat kehilangan. Setahu saya, beliau orang baik, tidak pernah punya masalah selama bekerja sama di majalah Satya Mandala. Beliau itu sosok yang tenang, tapi gagasannya tajam dan mendalam,” ujar M. Umar mengenang.

Kini jasad Bang Jali telah terbujur kaku. Tak ada lagi senyum ramah di wajah yang bersahabat itu, tak ada lagi langkah tegapnya menembus lorong-lorong pencarian fakta.

Tapi pena yang dulu menari, meninggalkan tinta yang tak akan pernah mengering. Di balik tulisan-tulisannya, ada jiwa yang jujur, suara yang berarti.

Bang Jali bukan sekadar nama. Ia adalah cahaya di tengah gelapnya berita. Ia menulis bukan karena ingin dikenal, tetapi karena ingin menyadarkan. Langkahnya tak pernah gentar, bahkan ketika badai mencoba membungkam.

Kini pena itu telah diam. Tapi halaman-halaman berita yang pernah ia isi tak akan pernah sunyi. Ia telah tiada, namun semangatnya bersemi di hati para jurnalis muda Bangkalan mereka yang meneruskan perjuangan dengan integritas dan nurani.

Semoga setiap ilmu yang pernah ia bagikan menjadi ladang amal jariyah. Semoga setiap tulisannya menjadi saksi perjuangan di hadapan Sang Khalik.

Selamat jalan, Bang Jali. Surga adalah tempat terbaik bagi mereka yang menulis dengan kejujuran dan berjuang tanpa pamrih.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *