Tak Mau Jadi Korban Lagi, Warga Blimbing Malang Tolak Pembangunan Apartemen dan Hotel

Penulis : Redho

MALANG, tretan.news – Rencana pembangunan dua apartemen dan satu hotel di Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, menuai gelombang penolakan dari warga.

Mereka yang tergabung dalam “Warga Peduli Lingkungan” (WARPEL) menyatakan sikap tegas menolak proyek tersebut, yang lokasinya berada di samping Plasa Telkom Blimbing dan hanya beberapa meter dari Masjid Sabilillah.

Deklarasi penolakan dibacakan pada Minggu (27/4/2025), di mana WARPEL mengemukakan empat poin utama. Selain mempertahankan silaturahmi antarwarga, mereka menilai proyek tersebut mengancam ruang hidup mereka secara keseluruhan.

“Ini bukan sekadar soal pembangunan fisik. Ini tentang keberlanjutan lingkungan dan keselamatan kami sebagai warga,” tegas Koordinator WARPEL, Centya WM dalam orasinya.

Penolakan warga juga didasari oleh trauma masa lalu. Centya mengungkapkan, pengembang proyek ini pernah terlibat dalam pembangunan apartemen di Surabaya, yang menyebabkan kerusakan rumah warga, retaknya dinding, hingga tanah ambles sedalam empat sentimeter tanpa adanya pertanggungjawaban jelas hingga kini.

“Bagaimana mungkin kami bisa percaya lagi? Kami tidak ingin menjadi korban berikutnya,” lanjut Centya.

Kekhawatiran warga kian bertambah setelah mereka menemukan banner di pagar lokasi proyek yang mengklaim bahwa izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) telah diterbitkan.

Tak hanya menimbulkan ketakutan soal fisik bangunan, kehadiran proyek ini juga memberi tekanan psikis bagi warga sekitar.

“Banyak warga yang tidak bisa tidur dengan tenang. Ini bukan lagi soal properti, tapi hak hidup damai yang direnggut,” imbuhnya.

Daerah yang paling terdampak masuk wilayah RW 10 Kelurahan Blimbing. Ketua RW 10, Rahmadani, menyatakan sempat dikejutkan dengan tiba-tiba adanya undangan konsultasi publik dari pihak pengembang pada Maret 2025. Ia menilai pendekatan pengembang minim etika komunikasi dengan warga.

“Waktu itu, pengembang datang begitu saja. Tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Kami merasa diaibaikan, padahal kami yang akan menanggung dampaknya,” ujar Rahmadani.

Dalam pertemuan warga, akhirnya dibentuklah kelompok “Gemas T10” yang mewakili aspirasi masyarakat. Hasil penjaringan suara menyimpulkan bahwa mayoritas warga menolak rencana pembangunan ini.

Salah satu alasan kuat penolakan adalah kekhawatiran terjadinya kerusakan lingkungan, polusi udara, serta gangguan terhadap kenyamanan hidup.

“Bukan hanya soal bangunan retak, tapi polusi, bising, dan perubahan sosial di lingkungan kami yang selama ini tenang,” tambah Rahmadani.

Menanggapi isu ini, Kepala Disnaker PMPTSP Kota Malang, Arif Tri Sastyawan, menyampaikan bahwa saat ini pihak pengembang baru mendapatkan izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR). Ia menegaskan bahwa proses perizinan masih berjalan dan belum final.

“Yang keluar baru KKPR, belum seluruh izin. Jadi masih harus melalui beberapa tahap lagi,” terang Arif.

KKPR sendiri memastikan bahwa lokasi proyek sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, namun tidak serta-merta menyetujui seluruh kegiatan usaha.

Dengan situasi ini, warga berharap Pemkot Malang lebih berpihak kepada kepentingan masyarakat.

“Kami minta suara kami didengar. Jangan sampai trauma warga terulang karena pemerintah lebih mementingkan investasi ketimbang keselamatan rakyatnya,” tutup Centya WM, mewakili keresahan warga Blimbing.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *