BANGKALAN, tretan.news – Inspektorat Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur, tengah mengusut dugaan penyelewengan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) oleh seorang kepala sekolah di SD Negeri Keteleng.
Dugaan ini muncul setelah adanya laporan pemotongan gaji guru honorer (sukwan) yang menjadi hak mereka secara utuh.
Dalam hasil pemeriksaan awal, ditemukan bahwa gaji yang semestinya diterima oleh lima guru sukwan di sekolah tersebut tidak disalurkan sesuai ketentuan.
“Gaji guru sukwan itu berkisar Rp1.200.000 per bulan. Tiga orang sukwan sudah terdaftar di Dapodik, sedangkan dua lainnya belum. Namun, ketiganya hanya menerima Rp500.000 per bulan,” ujar Yahya, Inspektur Pembantu (Irban) V Inspektorat Bangkalan, pada Selasa (15/4/2025).
Modus yang digunakan cukup sistematis. Gaji para guru sukwan resmi memang dikirim melalui rekening Bank Jatim sesuai SPJ, namun setelah dana cair, mereka diminta mengembalikan Rp700.000 secara tunai kepada pihak sekolah.
Dana ini disebut-sebut digunakan untuk menggaji dua guru sukwan yang belum masuk dalam sistem Dapodik.
Namun, perhitungan matematis mengungkap kejanggalan yang mencolok. Jika tiga guru masing-masing mengembalikan Rp700.000, maka totalnya mencapai Rp2.100.000.
Sementara dua guru lainnya hanya menerima Rp700.000 per bulan secara total. Lantas, ke mana sisa dana sebesar Rp1.400.000 itu? Jika dikalikan 12 bulan, maka potensi kerugian mencapai Rp16.800.000. Padahal, berdasarkan catatan, dana yang dikembalikan ke kas daerah hanya Rp8.500.000.
Ironi ini semakin dalam ketika ditemukan adanya oknum guru PPPK yang turut menerima tambahan gaji dari dana BOS, yang jelas-jelas bertentangan dengan aturan.
“Tidak hanya itu saja, yang sangat memprihatinkan ialah dari hasil pemeriksaan kami juga terdapat oknum guru PPPK yang menerima tambahan gaji sebesar Rp500.000 yang dianggarkan dari Dana BOS. Padahal, itu melanggar peraturan yang berlaku,” ungkap Santi, Ketua Tim Penyidik Inspektorat Kabupaten Bangkalan.
Hingga saat ini, proses pemeriksaan masih berlanjut. Tim penyidik Inspektorat dijadwalkan memanggil dan memeriksa pihak SDN Bajeman 1 serta SDN Karang Leman di Kecamatan Tragah, yang juga diduga terlibat dalam praktik serupa.
Kasus ini membuka kembali luka lama dunia pendidikan kita: ketika dana yang seharusnya digunakan untuk mendukung tenaga pendidik justru diselewengkan oleh mereka yang memiliki kuasa.