Diskominfo Jatim dan KPID Jatim Gandeng Stikosa AWS Selenggarakan Seminar Jelang Pilkada 2024

Berita, Sosial73 Dilihat

SURABAYA, tretan.news – Hoaks masih menempati urutan pertama isu strategis yang menimbulkan konflik pada pelaksanaan Pilkada 2024. Bagaimana media penyiaran dapat berperan aktif dalam menciptakan suasana yang kondusif jelang Pilkada 2024 yang akan dilaksanakan serentak pada 27 November 2024 mendatang ?.

Topik ini menjadi tema sentral dalam Seminar bertajuk Peran Media Penyiaran Dalam Menjaga Kondusifitas Wilayah jelang Pilkada 2024, yang diselenggarakan Diskominfo Jatim dan KPID (Komisi Penyiaran Indonesia Daerah) Jatim bersama dengan Stikosa AWS. Seminar berlangsung Kamis, 17/10/2024 di Ruang Multimedia kampus Stikosa AWS.

Menghadirkan narasumber Ketua Tim Kemitraan Komunikasi Publik Diskominfo Jatim, Eko Setyawan, M.Ikom, Kordinator Bidang Pengelolaan Kebijakan dan Sistem Penyiaran (PKSP) KPID Jatim, Ahmad Afif Amrullah, M.EI dan Ketua Stikosa AWS, Dr Jokhanan Kristiyono, M.Med.Kom.

Acara ini dihadiri wakil dari berbagai organisasi profesi penyiaran, wakil media penyiaran, mahasiswa dan dosen.

Dalam kesempatan tersebut juga dilakukan penanda tanganan perjanjian kerjasama antara Stikosa AWS dengan KPID Jatim tentang Tri Darma Pendidikan, mencakup pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.

Dalam paparannya Eko Setyawan menyampaikan sejumlah data penting tentang Pilkada 2024 di Jatim. Antara lain, Propinsi Jawa Timur merupakan propinsi dengan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) terbesar ke-2 se Indonesia, yakni sebanyak 31.280.418 dengan jumlah TPS 60.761 di 39 wilayah Kabupaten/Kota dan 1 propinsi.

Namun juga wilayah yang terbanyak ke-2 se Indonesia terdapat Calon Tunggal, yakni 5 daerah Kabupaten/Kotamadya.

Menurut Eko Setyawan, yang juga dosen Stikosa AWS tersebut, hoaks yang mencakup disinformasi dan misinformasi menduduki urutan pertama isu strategis yang menimbulkan konflik pada Pilkada 2024.

Selanjutnya disusul praktek politik uang, netralitas ASN, politik identitas dan kampanye hitam. Celakanya kemampuan masyarakat untuk mengenali informasi hoaks relatif masih rendah. Hanya 32 % masyarakat Indonesia yang yakin mampu mengenali informasi jenis hoaks. Sedangkan sisanya tidak yakin (23%) dan ragu-ragu (45%).

Mengenai tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sumber berita, Eko menyebut bahwa media penyiaran khususnya televisi nasional masih menduduki ranking tertinggi, sebesar 43,5%. Sisanya adalah media sosial (30,8%) dan website pemerintah.

“Media penyiaran mempunyai tingkat validitas dan tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap masyarakat Jawa Timur” tambahnya.

Mengawali paparan di sesi selanjutnya, Jokhanan melengkapi data tentang hoaks yang bersliweran di media sosial dan portal berita. Sepanjang tahun 2023 terdapat 2.330 hoaks dan lebih dari 50 persen adalah hoaks terkait Pemilu 2024. Selain hoaks, masih ada dua potensi negatif yang perlu diwaspadai dalam Pilkada 2024.

Yakni intensitas penyebaran hoaks yang makin meningkat mendekati pemilihan. Sasaran utama adalah masyarakat dan pemilih pemula dengan menggunakan narasi palsu yang menyesatkan.

Potensi negatif lainnya adalah isu sara dan black campaign atau kampanye hitam yang bertujuan memecah belah masyarakat dan mendiskreditkan pasangan calon lainnya.

Jokhanan menaruh perhatian khusus kepada kaum muda atau generasi milenial yang merupakan pemilih mayoritas.

Ia dengan tegas menolak pendapat beberapa lembaga survey dan kalangan akademisi yang menyebut bahwa kaum muda kurang literasi. Pendapat mereka berdasarkan hasil survey bahwa pada saat Pilpres dan Pileg 2024 yang menyatakan hanya sedikit kaum muda yang datang ke TPS atau tidak menggunakan hak pilihnya.

Menanggapi anggapan tersebut, Jokhanan menyitir data Pemilu 2024. Dari 204,8 juta pemilih, 55 persen adalah kaum muda. Para pemilih muda lebih dominan di media sosial dan memiliki pengaruh besar dalam membentuk opini publik.

Untuk menepis anggapan tersebut, ia mengajak kaum muda lewat media sosialnya untuk berperan aktif memberikan informasi yang benar tentang Pilkada 2024 serta mencegah berita hoaks.

Menurut Jokhanan, kaum muda perlu diberi ruang terbuka untuk berani menyatakan pendapat dan berliterasi secara bebas. Stikosa AWS sudah mengawali dengan menyediakan panggung terbuka di halaman kampus yang dimanfaatkan mahasiswa untuk berdiskusi tentang berbagai hal secara bebas.

Ia memberi contoh kegiatan komunitas Bang Bang Wetan yang menghadirkan Sabrang “Letto” dan Munio beberapa waktu lalu yang mendapat sambutan yang sangat baik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *